Tinggal menghitung pekan, Bali Fab Fest akan digelar. Acara yang akan diselenggarakan pada 12-22 Oktober 2022 ini akan jadi ajang berkumpul dan ‘ngoprek’ para ‘Tukang 4.0’ alias maker dan pegiat fabrikasi digital berskala internasional.
“Bali Fab Fest ini akan fokus pada digital fabrication. Menurut kami ini adalah bagian dari digital literacy yang lebih mendalam, dan gelombang kedua dari transformasi digital,” sebut Steering Committee of Bali Fab Fest, Ilham Habibie.
“Saat ini tidaklah cukup jika kita hanya menghubungkan SDM lokal ke jaringan global. Kita juga harus menjadi bagian dari jaringan tersebut dan membangun simpul-simpul fabrikasi di berbagai daerah. Bali Fab Fest membuka akses bagi Bengkel 4.0 dan setiap Tukang 4.0 di setiap daerah untuk berinteraksi dan berkolaborasi dengan orang dari berbagai disiplin, membuat prototipe untuk kebutuhan lokal, sambil terhubung ke jaringan global,” ungkap Ilham.
Selaku salah satu pendukung acara ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) antusias berkolaborasi dengan Bali FAB Fest. Dukungan mereka terhadap Bali Fab Fest adalah upaya membangkitkan ekonomi dan membuka lapangan kerja bagi para pegiat fabrikasi digital di Bali.
Menteri Parekraf Sandiaga Uno pun sempat mengomentari istilah Tukang 4.0 dalam perhelatan ini yang dia nilai unik dan kreatif.
“Dulu ada stigma tukang itu ya profesi yang tidak glamorous dan lain sebagainya, tapi dengan adanya coding, ‘tukang’ kini disandingkan dengan istilah Tukang 4.0, lalu ada Bengkel 4.0, ada maker space, dan semuanya terkoneksi dengan AI (artificial intelligence), coding, dan lain sebagainya,” ujar Sandi.
“Saya sangat tertarik untuk mendukung fab lab (fabrication laboratory), bukan hanya karena mendengar cerita-cerita yang sangat luar biasa tapi juga bagaimana ini mengkoneksikan lebih dari 2.000 fab lab yang ada di 2.000 lokasi dan mengangkat karya-karya lokal talenta anak-anak bangsa,” tambahnya.
Executive Director of Fab Foundation dan Founding Partner of Meaningful Design Group, Tomas Diez berkisah bahwa ide fundamental di balik fabrikasi digital adalah ‘think global, fabricate local‘, yaitu berpikir global dan melokalisasi produksi kebutuhan di daerah kita.
“Saya rasa Indonesia adalah contoh yang bagus untuk dunia karena memiliki kapasitas manufaktur lokal yang kuat. Banyak negara di dunia, produksinya di berbagai tempat yang jauh jaraknya, barang-barang tersebut kemudian diimpor ribuan kilometer, mengkonsumsi bahan bakar fosil dan hal itu menyebabkan sebuah wilayah ketergantungan dengan wilayah lain,” papar Tomas.
Menurutnya, rantai pasokan yang saling bergantung seperti ini bisa terganggu oleh bermacam masalah mulai dari konflik antar negara hingga perubahan iklim. Maka, semakin kuat kapasitas produksi lokal, semakin tangguh sebuah wilayah bisa memproduksi untuk memenuhi kebutuhan mereka.
“Teknologi bisa membantu mewujudkan hal itu. Kemampuan ini tak hanya berguna di masa pandemi atau pascapandemi, tapi menjadi kekuatan untuk menghadapi situasi krisis di masa depan,” ujarnya.
Di fab lab, lanjut Tomas, semua yang dibuat akan bersifat open source. Artinya, akan tersedia bagi siapapun untuk mereplikasi, menggunakan, dan mengaplikasikannya.
Harapannya, sebuah inovasi bisa berguna bagi wilayah mana saja yang membutuhkannya. Berangkat dari solusi untuk masalah lokal, inovasi tersebut bisa juga dipakai di berbagai daerah bahkan secara global.
“Misalnya kita menciptakan pemurni air, kita bisa mereplikasinya di area jauh di Papua. Hal seperti ini yang ingin kami dorong dan agar terjadi di seluruh wilayah. Ini tentunya akan menginspirasi jaringan nasional, kemudian pengalaman ini bisa dibagikan dalam pertemuan fab lab internasional yang bisa dicontoh oleh wilayah lain yang memerlukannya,” tutupnya. (E03)