Jamur yang banyak tumbuh di kayu dan di tanah, punya banyak kegunaan. Beberapa jenis jamur bisa dikonsumsi, bisa menjadi obat, ada juga yang bersifat sebagai pengurai, membantu bidang pertanian, bahkan menjadi makanan masa depan.
Tahukah kamu, ada 10 kali lebih banyak spesies jamur daripada tanaman? Fakta menarik ini diibaratkan dengan setiap langkah kaki menjelajahi hutan, kita menginjak hitungan kilometer benang jamur. Atau, setiap kali kita bernapas, kita menghirup hingga 10 spora jamur.
Sejumlah besar jamur adalah pengurai. Jamur mendapatkan makanannya dengan memanen nutrisi dari organisme yang mati dan sekarat. Ketika kita melihat jamur tumbuh di alam liar, kita hanya melihat tubuh buah organisme yang menghasilkan spora untuk reproduksi.
Sisanya adalah kumpulan benang jamur yang disebut ‘hifa’, yang tersembunyi dan mencari nutrisi di dalam kayu atau tanah. Dengan melihatnya menggunakan mikroskop, barulah kita dapat memahami metabolisme mereka, dan akhirnya memahami seberapa besar ranah jamur sebenarnya.
Jamur ada di dalam mikrobioma semua makhluk hidup dan bahkan ada di atmosfer. Namun yang paling utama, mereka berada di tanah dan tanaman, di mana mereka merupakan bagian integral dari kesejahteraan ekosistem hutan, daur ulang nutrisi, dan penyerapan karbon.
Di alam ini, jamur bertanggung jawab atas tugas yang tak terhitung jumlahnya. Berikut ini, serba-serbi jamur dan berbagai kegunaannya, seperti dikutip dari Science Focus.
Ketika melihat sebuah tanaman, di saat yang sama sebenarnya kamu juga melihat jamur namun tidak mengetahuinya. Itu karena sebagian besar tanaman terestrial memiliki jamur seperti benang di antara sel-selnya. Jamur memakan gula yang dihasilkan tanaman, dan sebagai gantinya, mereka membantu tanaman mentolerir kondisi lingkungan yang penuh tekanan seperti genangan garam, kekeringan, dan suhu tinggi.
Ketika tanaman terkena kekeringan, ia menderita stres oksidatif atau ketidakseimbangan radikal bebas dan antioksidan. Hal ini dapat merusak sel-selnya. Berbeda dengan manusia, tanaman tidak menghasilkan bahan kimia untuk melawan efek stres itu. Sebaliknya, tanaman menumbuhkan jamur endofit yang hidup di antara sel-sel tanaman.
Benang jamur yang sangat tipis ini, memancarkan senyawa yang menenangkan stres oksidatif pada tanaman, dan berpartisipasi dalam pembentukan zat kimia yang membuat tanaman menggunakan air secara efisien. Hal ini tak hanya membantu tanaman menghadapi masalah kekeringan, tetapi juga bertahan di suhu panas ekstrem atau ketika terpapar garam.
Mayoritas obat psikiatri yang digunakan saat ini adalah versi yang dikembangkan pada 1950-an. Namun dalam 15 tahun terakhir, muncul sejumlah obat baru, dan salah satu yang paling menjanjikan adalah yang bahannya berasal dari jamur.
Lima puluh tahun yang lalu, para peneliti di seluruh dunia memulai penyelidikan intensif terhadap kemungkinan psilocybin dan LSD (lysergic acid diethylamide) untuk membantu orang-orang dengan berbagai gangguan mental. Penelitian ini awalnya disambut baik. Namun ketika obat-obatan ini marak dipakai para aktivis gerakan anti kemapanan tahun 1960-an, sedikit ilmuwan yang mau mengembangkannya. Pada tahun 1968, PBB mendesak negara-negara untuk melarang psilocybin dan LSD.
Tapi seiring berjalan waktu, peraturan menjadi lebih longgar. Kini, obat-obatan itu diteliti kembali, dan hasilnya mencengangkan. Para peneliti telah menemukan bahwa ketika dikombinasikan dengan terapi, psilocybin, sebuah molekul yang ada di sekitar 200 spesies genus jamur Psilocybe, mungkin efektif untuk meredakan sejumlah gangguan, termasuk OCD, PTSD, depresi, dan kecemasan. Ada juga penelitian yang sedang berlangsung untuk menyelidiki efeknya pada anoreksia nervosa dan Alzheimer.
Psilocybin dapat bekerja dengan menekan jalur saraf tertentu di otak. Tampaknya, Psilocybin menyebabkan timbulnya efek antidepresan dan anti-adiktif yang cepat dan terus-menerus dari waktu ke waktu.
Perlu diingat, di beberapa negara, salah satunya Inggris, LSD dan psilocybin adalah obat Kelas A. Siapa pun yang kedapatan memiliki zat-zat tersebut dapat terancam hukuman penjara, denda, atau keduanya.
Jamur memiliki potensi sangat besar sebagai bahan ramah lingkungan untuk desain produk dan komponen bangunan. Potensi itu didasarkan pada fakta bahwa kita dapat menumbuhkan mycelium, bagian jamur yang tidak berbuah, yang terdiri dari jaringan benang halus, menjadi bentuk atau ukuran apa pun yang diinginkan.
Hasilnya, kita akan mendapatkan bahan yang kuat dan ringan secara struktural, tetapi selembut atau sekaku yang kita inginkan. Perusahaan pertama yang mengeksplorasi jamur sebagai bahan terbarukan adalah Ecovative di Amerika Serikat.
Mereka telah menghasilkan berbagai produk, mulai dari kemasan alternatif styrofoam untuk perusahaan seperti komputer Dell, hingga tekstil untuk perancang busana seperti Stella McCartney. Jamur juga bisa ditumbuhkan menjadi alternatif styrofoam, batu bata, papan partikel, papan sirkuit listrik, papan isolasi tahan api, dan benda-benda rumah tangga seperti vas, kursi, kap lampu, bahkan sandal.
Di Indonesia, ada desainer produk Diaz Adisastomo yang berkolaborasi dengan desainer asal Wales, Inggris, Adam Davies, mengeksplorasi mycelium, bagian vegetatif penyusun jamur, yang terdiri dari benang-benang halus bernama hyphae, sebagai bahan untuk furnitur.
Mereka membuat Soft Edges, aksesoris furnitur dengan tampilan imut-imut, menempel pada setiap ujung meja atau kursi. Bukan sekadar aksesoris dekoratif, benda ini sangat berguna buat keselamatan penghuni rumah agar tidak terbentur sudut furnitur yang tajam.
Jamur tidak memiliki klorofil seperti tumbuhan. Jadi, untuk mendapatkan nutrisi, mereka menyebarkan hifa yang panjang dan tipis melalui makanannya.
Sel-sel mereka kemudian akan merembes keluar enzim pencernaan, yang memecah ikatan yang menyatukan makanan mereka, sehingga memungkinkan untuk menyerap molekul seperti karbon, fosfor, nitrogen dan air. Kekuatan untuk memecah molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana adalah kunci untuk mikoremediasi, yaitu penerapan jamur untuk membersihkan tempat yang tercemar.
Jamur dapat digunakan dalam segala macam cara, dari pembongkaran hidrokarbon poliaromatik hingga berbagai senyawa nitroaromatik seperti bahan peledak, pewarna, herbisida dan insektisida, hingga asbak yang terbuat dari jamur yang bisa mencerna puntung rokok.
Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti telah mengidentifikasi jamur tanah yang dapat memecah poliuretan dalam hitungan minggu. Ada juga spesies lain telah ditemukan dengan kemampuan serupa.
Penyerbukan lebah madu penting bagi banyak tanaman. Tapi populasi lebah sedang menurun di seluruh dunia, salah satunya disebabkan oleh penyakit bernama Colony Collapse Disorder (CCD). Penyakit ini ditandai dengan kematian mendadak atau hilangnya lebah pekerja di sarang.
Tersebar luas di Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa, CCD membunuh miliaran lebah setiap tahun. CCD menyebabkan sistem kekebalan lebah terganggu. Akibatnya, mereka tidak dapat melawan virus yang disebarkan oleh tungau sarang parasit. Di situlah jamur potensial menjadi penyembuh.
Pada pertengahan 1980-an, ahli mikologi dan produsen suplemen jamur Paul Stamets memperhatikan bahwa lebah madu menghirup tetesan cairan yang dikeluarkan oleh mycelium jamur yang tumbuh di tumpukan serpihan kayu.
Dia berasumsi bahwa lebah mungkin sedang mengumpulkan obat. Konsep itu muncul pada tahun 2018 ketika Stamets, bersama dengan para peneliti di Washington State University, menemukan bahwa lebah madu yang diberi ekstrak jamur tinder (Fomes fomentarius) dan jamur reishi (Ganoderma lucidum) mengalami penurunan viral load (kisaran jumlah partikel virus dalam darah) yang signifikan, terutama yang mematikan.
Para peneliti belum yakin apakah ekstrak tersebut membantu sistem kekebalan alami lebah melawan virus atau benar-benar menghancurkan virus. Namun mereka optimistis penelitian di masa depan akan membuktikannya.
Jamur biasa dianggap sebagai makanan rendah kalori dan nutrisi, tapi faktanya, banyak jamur yang sangat kaya akan nutrisi. Jamur sangat potensial menjadi obat-obatan makanan masa depan.
“Jamur jauh lebih misterius daripada tanaman,” kata Robert Beelman, direktur Penn State Center for Plant and Mushroom Foods for Health.
Dia memimpin studi terbaru yang menunjukkan bahwa dua antioksidan umum pada beberapa jamur, yakni ergothioneine dan glutathione, berpotensi membantu menangkal penyakit yang mengiringi penuaan, seperti penyakit jantung dan Alzheimer.
Beberapa spesies jamur terkenal dengan sifat halusinogennya. Sementara jamur lainnya, tidak hanya diapresiasi oleh para koki, tetapi juga menunjukkan potensi digunakan dalam pengobatan. Mungkin di masa depan, makanan super bukan hanya tanaman, melainkan juga jamur.
Salah satu contohnya, dua desainer yang berbasis di Austria, bereksperimen dengan memproduksi jamur yang dicampur limbah plastik dan dapat dimakan. Katharina Unger dan Julia Kaisinger, desainer di LIVIN Studio, menciptakan prototipe perangkat untuk produksi makanan berbahan jamur ini.
Perangkat tersebut berisikan serangkaian tabung kecil membulat yang terbuat dari agar, produk turunan rumput laut yang digunakan sebagai basis nutrisi untuk jamur. Pembuluhnya kemudian diisi dengan plastik, dan jamur dibiarkan tumbuh di seluruh struktur, yang akhirnya akan mengurangi kadar plastik selama proses pertumbuhan.
Dalam beberapa waktu, jamur akan bisa dipanen untuk kemudian dimakan. Dengan demikian, perangkat tersebut mengubah produksi makanan menjadi proses yang ramah lingkungan. (E03)