Titik Temu
PLTS Portabel, Inovasi untuk Daerah 3T dan Rawan Bencana 
Editorial Cast | 12.22.2021

Kabar gembira, aktivitas mahasiswa Indonesia dalam mendorong inovasi di Tanah Air terus bermunculan. Salah satu inovasi terbaru adalah pembangkit listrik tenaga surya portabel yang dikembangkan oleh mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). 

Pembangkit listrik tenaga surya portabel ini dikembangkan oleh tiga mahasiswa yang tergabung dalam tim pencipta Solar Power Plant with Internet of Things System (SPITS). Adapun tiga mahasiswa itu terdiri dari dua mahasiswa Teknik Telekomunikasi, Muhammad Miqdad Nadra dan Dicky Dwi Putra, serta satu mahasiwa Teknik Geodesi dan Geomatika, Ramadani Putri. 

Inovasi buatan ketiga mahasiswa ini dikembangkan untuk mendukung kondisi di Indonesia yang memiliki potensi dan intensitas bencana alam cukup besar. PLTS portabel ini diharapkan bisa menopang kehidupan masyarakat saat bencana. 

“Berdasarkan kasus gempa bumi dan tsunami di Palu pada 2018, beberapa gardu listrik mengalami kerusakan pasca-bencana, sehingga memengaruhi pasokan listrik. Perbaikannya pun membutuhkan waktu yang lama, sedangkan kebutuhan masyarakat terkait energi listrik menjadi prioritas,” tutur Dicky. 

Berangkat dari permasalahan itu, ditambah dengan potensi energi terbarukan yang besar di Indonesia, mereka pun mengembangkan sistem pembangkit listrik dengan tenaga surya. SPITS sendiri tidak hanya dapat diandalkan saat terjadi bencana, tapi bisa diterapkan di wilayah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal) yang masih terbatas akses listriknya. 

Kelebihan SPITS

SPITS memiliki dua sistem, yakni photovoltaic off grid sebagai sel panel untuk mengubah cahaya menjadi listrik dan sistem manajemen energi. Kedua sistem ini dibuat terintegrasi agar panel surya dapat menangkap intensitas cahaya Matahari dan energi yang akan disimpan pada baterai, sementara sistem manajemen energi akan membantu pengguna untuk mengetahui besar daya, tegangan, arus yang digunakan, serta kapasitas daya pada baterai. 

Dalam pengembangannya, alat ini mampu menghasilkan daya 80 watt. Alat ini juga mampu memiliki tegangan AC (220 V) dan DC (12 V), sehingga dapat digunakan untuk berbagai peralatan listrik. Kelebihan lainnya, alat ini bersifat portabel, ramah lingkungan, tidak berisik, dan dilengkapi dengan sistem manajemen energi. 

Masih purwarupa

Berdasarkan perhitungan para pengembang, biaya pokok produksi sistem ini adalah Rp3.465.000.  Untuk saat ini, SPITS masih berupa purwarupa, sehingga masih mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan, termasuk dalam hal desain dan peningkatan kapasitas daya. 

Berbekal kemampuan dan inovasi yang ditawarkan, alat ini berhasil meraih juara satu di ajang Marine Paper Competition 2021, yang merupakan bagian dari kompetisi bertajuk Marine Icon yang digelar oleh Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). 

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang turut menjadi juri perlombaan dalam kompetisi tersebut pun ikut menawarkan kerja sama dalam pengembangan SPITS. Karenanya, menarik untuk mengetahui pengembangan lebih lanjut dari inovasi alat ini. (E04)