Titik Temu
Membahas Soal Web3, Platform Internet Masa Depan
Editorial Cast | 01.13.2022

Dalam beberapa bulan terakhir, topik Web3 menjadi perbincangandi kalangan pegiat teknologi. Hal ini tidak lepas dari perkembangan metaverse dan blockchain yang sengan bertumbuh dalam beberapa tahun belakangan. Meski begitu, topik Web3 sendiri belum dikenal masyarakat secara luas. 

Konsep Web3 memang terbilang baru. Istilah Web3 dicetuskan pertama kali oleh Gavin Wood pada 2014. Secara umum, istilah ini merujuk pada fase selanjutnya dari era Internet saat ini. Gavin yang juga membantu mengembangkan Ethereum menyebut Web3 sebagai era yang membebaskan kendali Internet dari sifat monopolistik seperti saat ini. Maksudnya apa? 

Untuk diketahui, dunia Internet di masa sekarang dikenal sebagai Web 2.0, di mana sebagian besar komunikasi dan perdagangan terjadi pada platform tertutup yang dimiliki sejumlah perusahaan Internet raksasa, seperti Google, Facebook, dan Amazon. Selain itu, era Internet saat ini juga tunduk pada kontrol regulator yang terpusat. 

Lawan monopolistik Web 2.0

Berangkat dari persoalan itu, Web3 hadir untuk membebaskan Internet dari sifatnya yang monopolistik seperti saat ini. Jadi, Web3 merupakan ekosistem online yang terdesentralisasi berdasarkan blockchain

Web3 tidak dibangun secara terpusat oleh satu pengendali, seperti saat ini. Dalam Web3, pengguna yang akan memegang peranan penting. Pengguna dapat memperoleh kepemilikan atas sebuah platform, sekaligus ikut membantu mengembangkan dan memeliharanya. 

Gavin membentuk Web3 Foundation sebagai lembaga non-profit yang mengembangkan proyek teknologi terdesentralisasi. Salah satunya, platform Polkadot yang menggabungkan satu jaringan blockchain dengan jaringan blockchain lainnya. 

Mengingat Web3 hadir untuk melawan sifat monopolistik dari Web 2.0, jaringan ini dibangun dari software yang bersifat open source. Jaringan ini juga biasanya dibuat oleh komunitas developer yang terbuka dan dapat diakses serta dijalankan secara penuh. 

Pandangan sinis

Meski mulai mendapat dukungan, pandangan miring soal Web3 juga banyak diungkapkan oleh sejumlah petinggi perusahaan teknologi. Salah satunya adalah Elon Musk yang sempat membahasnya melalui kicauan di Twitter beberapa bulan lalu. 

“Saya tidak berpikir Web3 itu nyata—tampaknya lebih seperti kata-kata pemasaran daripada kenyataan untuk saat ini—bayangkan seperti apa masa depan dalam 10,20, atau 30 tahun mendatang. (Tahun) 2051 terdengar sangat futuristik,” tulis CEO Tesla dan SpaceX tersebut. Ia bahkan  sempat menuliskan kicauan lanjutannya. “Apakah ada yang sudah melihat Web3? Saya tidak dapat mencarinya.” 

Selain Elon, Jack Dorsey yang telah mengundurkan diri sebagai CEO Twitter juga salah seorang yang berpandangan sinis terhadap Web3. Menurut Dorsey, pada akhirnya para venture capital (VC) dan rekanan mereka yang akan memiliki Web3. 

“Pada akhirnya ini (Web3) adalah entitas terpusat dengan label berbeda,” tulis Jack. Dalam hal ini, ia menyoroti VC yang disebut sebagai masalah, bukan orang-orang di sekitar pengembangan Web3. 

Secara tidak langsung, ia merasa sejumlah VC dapat menjadi lebih kaya dengan Web3. Namun mengingat platform ini masih baru dan terus dikembangkan, menarik untuk mengetahui seperti perkembangan internet di masa depan.  (E04)