Titik Temu
Inspiratif! Edy Ginting Perangi Sampah Plastik dengan Seni Lukisan
Editorial Cast | 01.11.2022

Edy Suranta Ginting viral di media sosial lantaran aksinya melukis dengan memanfaatkan sampah plastik. Lewat akun TikTok miliknya, pria asal Brastagi, Medan, ini mengungkap melukis dengan sampah plastik adalah salah satu misinya untuk mengurangi sampah.

“Kegiatan saya di bidang lingkungan hidup, seni, dan edukasi terutama dalam hal pengolahan sampah. Melukis bukan prioritas utama buat saya. Melukis adalah hobi saya,” sebutnya seperti dikutip dari salah satu video di aku TikTok-nya.

“Mengapa saya melukis menggunakan sampah? Saya hanya ngin menunjukkan bahwasanya sampah juga punya manfaat, jadi saya ingin mengajak semua teman-teman untuk lebih peduli terhadap dampak sampah dan memanfaatkan sampah agar kita bisa mengurangi dampak sampah. Terima kasih,” sambungnya. 

Laman akun TikTok miliknya memperlihatkan deretan video dirinya saat melukis menggunakan plastik bekas. Plastik-plastik tersebut ada yang didapatnya dari TPA (tempat pembuangan akhir) atau memungut langsung dari tempat sampah.

Kolom komentar unggahan videonya ramai diserbu warganet yang menyampaikan pujian atas misi sosial yang diusung Edy dalam karya seni ciptaaannya. 

Lebih diminati orang asing 

Edy menjelaskan, ada dua jenis lukisan yang ia produksi, yaitu untuk pesanan dan idealis. Lukisan idealisnya bukan untuk pasar orang Indonesia. Menurutnya, orang Indonesia kurang mengerti dan menghargai seni. 

Ratusan karya idealisnya justru diminati orang asing, dengan harga mulai dari Rp200 juta sampai Rp350 juta. Lukisan idealisnya tidak ada yang dipublikasikan, sesuai kesepakatan kontrak. Apa yang dilihat di media sosial dan yang terpublikasikan adalah lukisan pesanan dan semuanya gambar wajah.

“Di Indonesia, lukisan idealis saya sama sekali belum pernah laku sampai sekarang. Orang Indonesia tidak pernah memesan lukisan yang benar-benar dari saya,” kata pelukis beraliran surealisme ini, seperti dikutip dari Kompas.com

Disebutkan Edy, orang asing yang memesan lukisan idealisnya setelah menanyakan apa alirannya, langsung meminta dibuatkan lukisan tanpa banyak bertanya macam-macam. Edy diberi kebebasan mengekspresikan apa yang ada di kepalanya. 

Berbanding terbalik dengan orang Indonesia, dia mengaku selalu merasa pusing, sampai pernah menutup order. Menurutnya, terlalu banyak permintaan yang aneh seperti hidung dimancungkan dan wajah ditiruskan. Begitu lukisan selesai dan tidak mirip, si pemesan sering tidak berkenan. 

Aktivis lingkungan sejati 

Tak hanya mengumpulkan sampah untuk dijadikan karya seni lukis, Edy benar-benar menaruh perhatian pada lingkungan. Uang hasil lukisan pesanan tidak dia pergunakan untuk kepentingannya sendiri. 

Edy juga menggunakan uangnya untuk kebutuhan perjalanan seperti membeli tiket dan dana hidup di kampung orang. Sejak tahun 2000, Edy memilih meninggalkan kampung halaman, lalu hidup nomaden. 

Tiga tahun belakangan, ia berkegiatan di Desa Taat, Kecamatan Gadung, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Setelah itu ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sampai saat ini di Jakarta. 

“Kalau tidak berpindah-pindah, kita tidak menyebarkan apa yang bisa kita buat. Jika di suatu daerah ada masyarakat sekitar yang sudah mampu melanjutkan kegiatan, berarti saya harus pindah, mencari tempat lain lagi,” ucapnya.

Edy juga membeli buku, sepatu, tas dan lainnya untuk membantu dan mengedukasi anak-anak pedalaman. Dia pun kerap membantu korban bencana alam seperti erupsi Gunung Sinabung. Edy ikhlas menyumbang karena beranggapan apa yang didapatnya adalah milik mereka yang membutuhkan.

Mengolah bermacam sampah

Sebelum melukis, Edy lebih dulu membuat rumah dari segala jenis sampah seperti pembalut wanita dan popok bayi. Rumah-rumah buatannya berada di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Wamena dan Halmahera Utara, digunakan sebagai tempat belajar dan berkreasi. Sayang, karyanya ini tidak dikenal luas. 

Penggunaan sampah menjadi lukisan mulai benar-benar dilakukannya pada 2000-an. Dia aktif di kegiatan penyelamatan lingkungan, terutama dalam hal mengolah limbah plastik, edukasi anak-anak pedalaman, organic farming, dan home industry

Lukisan menjadi alat kampanye dan edukasi bahwa sampah berguna untuk banyak hal, mulai dari rumah, patung sampai beton. Edy melukis dengan limbah plastik agar banyak yang melihat dan terinspirasi melakukan hal yang sama. 

Adapun sampah yang digunakan Edy adalah kantong kresek, sebab lebih transparan sehingga lebih mudah menggradasikan warna. Bungkus deterjen atau sejenisnya bisa dipakai, tapi hasilnya akan seperti siluet. Kalau untuk membuat rumah, tidak dipilih-pilih kecuali sampah medis. Alasannya, sampah medis tidak boleh ditangani langsung per-individu, tapi harus ada izin. 

Edy sebelumnya juga pernah bereksperimen dengan lumpur, ampas kopi, bumbu dapur, daun, dan banyak lagi. Kantong kresek juga sebentar lagi akan ia tinggalkan untuk melakukan uji coba dengan bahan baru, tapi tetap dari sampah. Tujuannya agar masyarakat mengetahui bahwa semua sampah memiliki manfaat. (E03)