Titik Temu
Dampak Lain Perubahan Iklim, Ancaman Penyakit Menular di Masa Depan
Editorial Cast | 09.16.2022

Dalam beberapa bulan terakhir, penyakit monkeypox alias cacar monyet tengah menjadi sorotan publik. Data WHO menunjukkan ada peningkatan kasus yang signifikan terjadi secara global, padahal monkeypox merupakan penyakit endemik di sejumlah negara, seperti Nigeria, Republik Demokratik Kongo, dan Republik Afrika Tengah. Namun di Mei 2022, penyakit ini telah menjangkit sekitar 18 negara. 

Di Indonesia, kasus pertama monkeypox terkonfirmasi pada bulan lalu, Agustus 2022, di mana penderitanya adalah seorang laki-laki berusia 27 tahun, dengan riwayat perjalanan ke Belanda, Swiss, Belgia dan Perancis sebelum tertular.

Di tengah meningkatnya jumlah kasus virus cacar monyet, muncul pertanyaan tentang kemungkinan adanya hubungan antara penyebaran virus ini dengan perubahan iklim. Meski jawabannya rumit, tapi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan ada hubungan yang jelas antara keduanya.

Kita perlu memahami bahwa perubahan iklim tidak hanya berdampak pada lingkungan, tapi juga kesehatan manusia di masa depan. Hal ini diperkuat hasil studi terbaru yang dilakukan para peneliti, bahwa perubahan iklim turut memperburuk penularan penyakit yang ada saat ini. 

Para peneliti dari University of Hawaii, Amerika Serikat (AS), ini menganalisis beberapa kondisi akibat perubahan iklim, seperti gelombang panas, kekeringan, hingga kebakaran hutan. 

Dalam risetnya, mereka menemukan bahwa perubahan iklim ikut mendorong penyebaran sejumlah penyakit menular yang ada saat ini. Sejumlah penyakit yang diprediksi akan meluas dengan adanya perubahan iklim adalah demam berdarah, hepatitis, pneumonia, malaria, Zika, hingga anthrax. 

Berkembangnya zoonosis

Perubahan iklim mendorong beberapa sumber atau pembawa penyakit lebih dekat dengan manusia. Zoonosis atau jenis-jenis penyakit yang dapat ditularkan hewan ke manusia pun diprediksi akan meningkat.

Kekeringan akibat perubahan iklim, misalnya, secara tidak langsung membuat nyamuk sebagai pembawa penyakit menular untuk berkumpul di wilayah dengan sumber air terbatas, yang biasanya terdapat di pemukiman manusia. Dengan kondisi itu, nyamuk-nyamuk yang membawa patogen penyebab penyakit seperti virus West Nile, demam berdarah, ataupun malaria hidup lebih dekat dengan manusia. 

Perubahan iklim juga menyebabkan berkurangnya habitat alami, hingga memaksa sejumlah hewan pembawa penyakit seperti tikus dan kelelawar hidup lebih dekat dengan manusia. 

Hal itu secara tidak langsung memperparah ancaman sejumlah penyakit yang dibawa oleh hewan-hewan tersebut, seperti hantavirus (kelompok virus yang menyebabkan gangguan pada paru-paru) dan virus Nipah yang banyak menyerang babi, kuda, kucing, anjing, kelelawar buah

Selain itu, pemanasan global yang menyebabkan mencairnya lapisan es di sejumlah wilayah pun dapat menyebabkan patogen berbahaya yang telah lama membeku di bawah tanah keluar ke permukaan. 

Berdampak langsung pada manusia

Dalam analisis yang lebih jauh, para peneliti juga menemukan bahwa selain dapat membawa penyakit kian dekat dengan manusia, perubahan iklim pun turut berdampak pada kondisi manusia itu sendiri. 

Dampak-dampaknya antara lain, melemahkan kemampuan manusia dalam mengatasi infeksi penyakit karena terpicunya beberapa faktor, seperti stres, penurunan kekebalan, serta kekurangan gizi. 

“Sungguh amat menakutkan mengetahui tentang besarnya kerentanan kesehatan sebagai akibat dari emisi gas rumah kaca,” kata Camilo Mora, profesor di University of Hawaii yang juga penulis utama studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature Climate Change.

Saat ini, para peneliti masih terus mengembangkan studi mereka untuk mencari kaitan lebih luas mengenai dampak perubahan iklim dengan penyakit yang berpotensi akan menyebar luas di masa depan. 

Studi mengenai dampak perubahan iklim terhadap pertumbuhan penyakit yang menjangkiti manusia di masa depan memang sudah diantisipasi oleh sejumlah pihak, termasuk Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di AS (Centers for Disease Control and Prevention, CDC). Untuk menindaklanjuti sejumlah prediksi ini mereka berupaya mendorong diperlukan koordinasi, kolaborasi, serta komunikasi antarsektor yang bertanggung jawab di bidang kesehatan lingkungan, manusia, dan hewan. 

Mari mengurangi dampaknya

Dr. Shyam Bishen, kepala kesehatan dan perawatan kesehatan di World Economic Forum mengatakan bahwa perubahan iklim tak hanya bisa memperparah penularan penyakit berbahaya, tapi juga dapat memperburuk berbagai masalah kesehatan manusia, termasuk menyebabkan kematian dini terkait cuaca ekstrem, peningkatan penyakit pernapasan dan kardiovaskular, dan kesehatan mental. 

“Meskipun tidak ada yang aman dari risiko ini, orang-orang yang kesehatannya paling dirugikan oleh krisis iklim adalah mereka yang paling sedikit berkontribusi pada penyebabnya, dan yang paling tidak mampu melindungi diri mereka sendiri dan keluarga mereka dari dampaknya,” kata Bishen. Orang-orang yang paling rentan dengan risiko kesehatan akibat perubahan iklim ini, di antaranya orang tua dan masyarakat miskin.

Mengetahui bahaya dan dampak mengerikan dari perubahan iklim, penting bagi kita untuk ikut berusaha menguranginya dampaknya. Yuk, kita bisa memulainya dengan mengubah kebiasaan atau gaya hidup kita yang kurang ramah lingkungan, seperti tidak membuang sampah sembarangan, memulai kebiasaan 3R (reduce, reuse, recycle), menghemat air, atau yang lainnya. Dengan begitu, kita berusaha menjaga lingkungan hidup manusia di masa depan. (E04)