Dalam diskusi bertema Re:birth of the Local yang diadakan CAST Foundation, Ilham Akbar Habibie, salah satu pendiri CAST Foundation, menyampaikan pentingnya lokalitas untuk dibangkitkan. Lokalitas di sini, termasuk lokalitas dalam hal ekonomi.
Ilham melihat salah satu dampak perkembangan globalisasi yang dapat menghilangkan kemampuan manusia untuk bisa menyediakan kebutuhannya secara lokal. Padahal, manusia itu terlahir sebagai orang yang sangat lokal.
Dahulu, di zaman batu, manusia hanya mengenal kelompok lokal atau mungkin sesama penghuni gua yang menjadi tempat tinggalnya. Namun, seiring perkembangan teknologi dan umat manusia itu sendiri, dunia semakin luas. Bahkan, kini banyak orang yang menyatakan diri sebagai masyarakat global atau dunia.
“Dunia sudah sangat berubah, tapi kekuatan yang kita dulu miliki, yakni kekuatan untuk bisa menyelesaikan kebutuhan kita secara lokal itu hilang. Kita sebagai manusia sangat tergantung dengan solusi dan produk yang tidak lagi bisa kita sediakan sendiri,” tutur Ilham.
Namun menurut Ilham, manusia tetap perlu mencoba memberdayakan diri sendiri sebanyak mungkin. Ia tidak menampik memang tidak semua keperluan manusia dapat dipenuhi atau dibuat sendiri, tapi semangat lokalitas itu merupakan dasar dari paradigma ekonomi di masa depan.
Ia mengajak masyarakat untuk memperkuat lokalitas ekonomi, di antaranya dengan memperkuat sumber daya manusia (SDM) di berbagai bidang. “Dengan begitu, kita bisa mempunyai kemampuan mendesain, membuat, mengubah, dan berinovasi—dalam konteks lokal—untuk menghasilkan apa yang kita perlukan,” ia menjelaskan.
Ilham menilai, lokalitas dalam bentuk produksi dan desain juga lebih bermakna. Sebab, dengan penekanan terhadap hal lokal, masyarakat dapat merasakan hubungan yang lebih dekat dan langsung.
Upaya mendorong lokalitas tak lepas dari tantangan. Ini terjadi di banyak negara, termasuk di Indonesia. Menurut Ilham, hal itu terjadi karena memang sistem ekonomi yang ada saat ini telah memberikan manfaat ke sejumlah pihak. Salah satunya, pihak importir barang yang mungkin akan tidak senang dengan upaya semacam ini.
“Jadi, memang perlu ada komitmen dari kita untuk mengutamakan hal-hal yang dibuat secara lokal. Memang di awal, orang akan menyepelekan. Produk lokal tidak sebanding dengan yang biasa kita gunakan dari negara A atau B. Kenapa kita buat (produk) lokal? Kenapa tidak menggunakan yang dulu saja (bukan produk lokal), yang lebih bagus,” tutur Ilham.
Menurutnya, pandangan itu mungkin saja benar di awal, tapi tidak untuk jangka panjang. Karenanya, diperlukan kesabaran dan komitmen untuk menciptakan produk lokal yang sebanding, bahkan lebih bagus, dari buatan luar negeri. Kondisi ini—yang mengutamakan ekonomi lokal—lebih baik untuk negara kita. Ini juga berlaku untuk lokalitas di manapun.
“Karena dengan mengutamakan lokalitas, kita bisa memberikan nafkah, kesempatan, dan masa depan bagi orang-orang lokal itu sendiri,” ujar Ilham. (E04)