Dibandingkan beberapa tahun lalu, teknologi pangan untuk membuat daging sintetis berbahan nabati saat ini sudah semakin canggih. Hal ini memungkinkan penampilan dan rasa daging sintetis mendekati daging asli.
Daging, terutama daging merah, menjadi primadona industri bahan makanan. Konsumsi produk hewani yang satu ini terus meningkat. Di sisi lain, daging merah berkontribusi besar pada kerusakan lingkungan. Karenanya, para ilmuwan berupaya mengembangkan daging sintetis berbasis nabati untuk secara bertahap mengurangi konsumsi daging dari hewan ternak.
Max Mandias, Co-founder dan Executive Chef dari restoran sehat dan organik Burgreens, menyebutkan teknologi untuk membuat daging sintetis dari bahan nabati kini sudah jauh lebih berkembang dan menarik dibandingkan beberapa tahun lalu.
“Food science dan food technology sangat interesting. Sekarang bahkan kita bisa membuat tekstur ayam dan daging steak dari bahan-bahan berbasis nabati. Delapan tahun lalu, gak kepikiran ke arah sini,” cerita Max dalam diskusi dengan CAST Foundation bertema “Re:model Our Food Habits“.
Tak cuma dari segi tekstur, daging sintetis hasil olahan teknologi pangan saat ini bahkan ada yang dibuat dengan sensasi daging semirip aslinya, termasuk dengan tampilan ada sedikit darah seperti pada daging steak yang dimasak setengah matang.
Max mengaku takjub melihat perkembangan semacam ini. Menurutnya, orang-orang akan lebih tertarik melirik opsi makanan berbasis nabati, terutama buat mereka yang baru mulai mengurangi konsumsi daging. Pilihan untuk makanan berbahan dasar nabati pun kini lebih banyak.
“Kalau mau membuat lebih banyak orang tertarik ke pola makan nabati itu perlu dipikirkan juga culinary experience-nya. Jadi kalau bisa membuat sesuatu yang bisa create wow feeling, itu akan menarik lebih banyak orang tertarik makan nabati. Jadi gak cuma tahu, tempe, edamame,” ujarnya.
Didasari hal itu pula, Max betah menghabiskan waktunya di laboratorium, mengutak-atik dan mengeksplorasi berbagai inovasi teknologi pangan, untuk membuat makanan berbasis nabati menjadi semakin menarik dan tak kalah menggiurkan dari daging asli.
“Jadi memutar otak pakai bahan ini dan itu, memasukkan serat ini dan itu, macam-macam, supaya tekstur dan rasanya bisa diterima. Karena kalau kita bikin makanan sehat tapi gak enak, kita gak bisa bikin impact apapun,” tekad Max.
Untuk diketahui, permintaan daging di seluruh dunia diprediksi akan naik 70% pada 2025. Produksi daging sintetis secara masal diprediksi akan mampu memenuhi gap rantai pasokan produk daging.
AT Kearney memperkirakan bahwa pada 2040, 60% daging yang dikonsumsi di dunia akan digantikan oleh daging sintetis atau daging berbahan dasar nabati. Hal ini dikarenakan sudah banyak negara di dunia yang berfokus pada dampak peternakan terhadap lingkungan.
Aktivitas peternakan dan konsumsi daging diketahui dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca yang terlalu tinggi. Oleh karena itu, sebagai alternatif pengurangan emisi dan kebutuhan para vegan, daging sintetis menjadi tren baru di banyak negara. (E03)