Tren penggunaan produk berkelanjutan tengah menjadi tren di berbagai negara, terutama di negara-negara maju. Meski di Indonesia tren tersebut belum ramai, tapi riset terbaru dari Katadata Insight Center menemukan bahwa tren tersebut sudah mulai ditangkap oleh konsumen dalam negeri.
Menurut Expert Panel Katadata Insight Center (KIC), Mulya Amri, riset tersebut dilakukan untuk mengetahui persepsi dan kesiapan konsumen di Indonesia terhadap produk berkelanjutan.
Hasil riset memang menunjukkan baru sekitar 28% responden yang memahami tentang produk berkelanjutan, tapi konsumen di Indonesia juga sebenarnya sudah mulai sadar mengenai hal ini.
“Kebanyakan pemahaman mereka tentang produk berkelanjutan adalah produk yang bisa dipakai berulang-ulang untuk jangka waktu lama. Meski itu bagian dari produk berkelanjutan, tapi belum merupakan definisi lengkap tentang produk berkelanjutan,” tutur Mulya dalam diskusi bertajuk The Rise of Indonesia Green Consumer yang digelar Katadata.
Meski pemahaman tentang produk berkelanjutan belum terlalu besar, mayoritas responden dalam riset ini merupakan generasi milenial, sehingga ada kemungkinan di masa depan kesadaran ini akan semakin terbangun.
Mulya menuturkan, karakteristik responden survei ini 47% merupakan generasi milenial dengan rentang usia 24-39 tahun dan 36% generasi Z dengan rentang usia 17-23 tahun.
“Jadi kalau kami total, lebih dari 80% merupakan generasi milenial dan gen Z,” tuturnya.
Adapun survei ini dilakukan pada 30 Juli-1 Agustus 2021 dengan jumlah responen 3.631 orang di seluruh Indonesia. Sebanyak 68% responden berdomisili di Jawa dengan komposisi berimbang antara laki-laki dan perempuan.
Sustainable Packaging Manager Nestle Indonesia, Faiza Anindita, merespons laporan dalam riset ini dengan positif. Alasannya, generasi milenial yang dimaksud sebenarnya tidak hanya anak muda atau mereka yang masih kuliah, tapi juga para orang tua baru.
“Milenial ini tidak hanya anak kuliah, tapi juga orangtua baru. Jadi, mereka ini akan menularkan kesadaran untuk memilih produk berkelanjutan yang akan diturunkan ke anak-anaknya,” tutur Faiza.
Dalam kesempatan itu, Mulya juga membahas mengenai tantangan yang dihadapi konsumen ketika ingin membeli produk berkelanjutan. Ternyata, banyak di antara responden yang merasa kesulitan untuk memperoleh produk berkelanjutan di wilayahnya.
“Jadi dari segi interest sebenarnya sudah ada, tapi banyak yang merasa (produk berkelanjutan) belum tersedia di sekitarnya. Mengenai apakah hal ini memang benar tidak ada, masih perlu ditelili lebih lanjut. Namun yang pasti, sosialisai dari brand penting untuk menunjukkan bahwa produk tersebut merupakan barang berkelanjutan,” tutur Mulya. (E04)