Pesawat berbahan bakar hidrogen digadang-gadang bakal menjadi masa depan dunia penerbangan. Berbeda dengan pesawat yang ada saat ini, pesawat berbasis bahan bakar hidrogen dianggap unggul karena ramah lingkungan karena mampu menghasilkan emisi nol karbon.
Pesawat dengan mesin jet bertenaga hidrogen dinilai dapat mengurangi bahkan menghilangkan polutan udara, seperti nitrogen oksida, serta mencegah pembentukan contrail atau jejak kondensasi yang muncul dari sisa pembakaran mesin pesawat.
Perlu diketahui, studi dari Our World in Data di 2020 menunjukkan penerbangan komersial menyumbang sekitar 2,5% dari emisi global karbon dioksida, berdasarkan perhitungan di tahun 2018. Dengan persentase tersebut, emisi yang dihasilkan penerbangan komersial memang terlihat kecil, tapi kontribusinya pada perubahan iklim cukup berpengaruh.
Salah satu alasannya adalah jumlah karbon dioksida yang dihasilkan dalam penerbangan juga disebut berperan dalam proses radiative forcing yang juga menjadi salah satu faktor yang ikut mendorong kenaikan suhu rata-rata global. Selain itu, pembakaran bahan bakar pesawat juga berpengaruh pada konsentrasi gas dan polutan lain di atmosfer.
Sebagai contoh, pembakaran bahan bakar pesawat ternyata memberikan pengaruh pada penurun ozon (O3), metana (H4), emisi uap air, jelaga, aerosol belerang, dan jejak air di atmosfer. Karenanya, hidrogen disebut bisa menjadi salah satu solusi untuk dunia penerbangan yang lebih baik di masa depan.
Studi dari Clean Sky 2 menyebut bahwa pesawat yang menggunakan bahan bakar hidrogen mampu mengurangi dampak jejak kondensasi sebanyak 30%–50%, dibandingkan pesawat yang memakai bahan bakar minyak.
Jejak kondensasi adalah jejak uap air terkondensasi yang muncul dari sisa pembakaran mesin pesawat. Jejak ini tampak seperti jejak putih seperti asap yang membentuk garis lintasan di langit selama beberapa waktu. Meski terlihat indah, tapi jejak putih tersebut mengandung bahan kimia berbahaya yang berpotensi merusak lingkungan.
Studi tersebut juga memperkirakan pembakaran hidrogen bisa mengurangi dampak perubahan iklim yang dihasilkan dalam penerbangan sekitar 50%–75%, dibandingkan penerbangan dengan bahan bakar biasa yang mencapai 75%–90%.
Upaya untuk menciptakan transportasi yang lebih ramah lingkungan juga dilakukan oleh Airbus. Belum lama ini, produsen pesawat komersial tersebut meluncurkan fasilitas baru yang berfokus pada pengembangan teknologi hidrogen.
Airbus mengatakan bahwa ini merupakan bagian dari rencana perusahaan untuk menghadirkan desain pesawat masa depan yang lebih ramah lingkungan. Sebelumnya, Airbus sempat mengumumkan rencananya untuk mengembangkan pesawat komersial nol-emisi karbon pada 2035.
Pengembangan pesawat ramah lingkungan ini dilakukan di fasilitas Airbus yang berlokasi di Bristol, Inggris. Di sana, mereka berupaya mengembangkan sistem bahan bakar dengan tangki kriogenik yang memiliki biaya lebih kompetitif untuk kebutuhan pesawat ZEROe, pesawat hibrida yang menggabungan penggunaan bahan bakar hidrogen, yang tengah dikembangkan oleh Airbus. Tangki kriogenik sendiri merupakan tempat penyimpanan hidrogen cair sebagai bahan bakar agar tetap terjaga dalam suhu sangat rendah.
Mengingat pesawat ini memanfaatkan proses pembakaran hidrogen untuk bisa terbang, Airbus memanfaatkan mesin turbin gas yang telah dimodifikasi untuk melakukan pembakaran hidrogen.
Untuk bahan bakar pesawa ZEROe, Airbus menggunakan hidrogen cair yang pembakarannya menggunakan oksigen. Nantinya, sel bahan bakar hidrogen tersebut akan menghasilkan tenaga listrik untuk melengkapi kemampuan turbin gas di pesawat.
Saat ini, ada tiga konsep pesawat ZEROe yang telah diperkenalkan Airbus, yakni Turbofan, Turboprop, dan Blended-Wing Body (BWB). Ketiga pesawat tersebut sama-sama menggunakan hidrogen untuk bahan bakar, tapi hadir dengan desain yang berbeda-beda. Airbus menargetkan sistem dan teknologi pembakaran hidrogen pada pesawatnya akan makin siap pada 2025.
Meski menjanjikan, tapi untuk saat ini masih ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan untuk memanfaatkan hidrogen sebagai bahan bakar pesawat. Salah satunya adalah biaya proses produksi yang terbilang masih mahal dan membutuhkan energi dalam jumlah besar.
Hidrogen cair memiliki harga empat kali lebih mahal dibandingkan bahan bakar pesawat konvesional. Namun, sejumlah pihak memprediksi dengan infrastruktur yang lebih baik dan lebih efisien di masa depan, harga hidrogen bisa lebih terjangkau. (E04)