Titik Temu
Perlu Tahu, Bitcoin Tidak Sepenuhnya Ramah Lingkungan!
Editorial Cast | 12.15.2021

Bitcoin, Dogecoin, Ethereum, dan mata uang kripto lainnya, menjadi instrumen investasi yang populer di tahun ini dan sempat mencatat rekor tertinggi. Namun, mata uang digital ini ternyata menuai kontra berbagai pihak. Salah satunya karena dianggap tidak ramah lingkungan dan menyumbang masalah krisis iklim. Kok bisa?

Perlu kalian ketahui, Bitcoin dan mata uang kripto lainnya boros daya listrik. Sebagai gambaran, gudang rig penambangan Bitcoin beroperasi dalam 24 jam sehari sehingga penambangan ini menghabiskan lebih banyak energi di satu negara.

Rig penambangan kripto sendiri adalah komputer dengan banyak kartu grafis (GPU). Biasanya, rig menggunakan GPU yang kuat untuk menangani perhitungan dan membutuhkan catu daya watt tinggi. 

Saat pasokan energi untuk penambangan kripto meningkat, hal ini membuat jumlah karbon dan limbah juga melonjak. Ujung-ujungnya, proses tak ramah lingkungan ini turut berkontribusi dalam menambah masalah krisis iklim di dunia.

Mei lalu, CEO Tesla Elon Musk menyatakan tidak akan lagi menerima Bitcoin untuk pembelian mobil listrik Tesla. Miliuner teknologi ini beralasan Bitcoin yang boros daya listrik berimbas pada peningkatan penggunaan batu bara dan bahan bakar fosil lainnya. Alhasil, nilai saham Bitcoin turun tajam sebesar 14% tak lama setelah Musk memberikan pernyataan tersebut.

Saat Bitcoin diperdagangkan, komputer di seluruh dunia berlomba untuk menyelesaikan perhitungan yang menghasilkan 64 digit angka heksadesimal, atau hash.

Hash itu masuk ke buku besar publik, sehingga siapapun dapat mengkonfirmasi transaksi untuk Bitcoin tertentu yang terjadi. Komputer yang menyelesaikan perhitungan terlebih dahulu, mendapat hadiah 6,2 Bitcoin. Bayangkan, betapa sibuknya komputer bekerja bersamaan dan berapa banyak daya diperlukan untuk menanganinya. 

Dampak global perdagangan Kripto

Sebuah studi baru menghitung skala hutan baru yang diperlukan untuk mengimbangi jejak karbon besar mata uang kripto. Studi ini dilakukan oleh Forex Suggest, situs asal Afrika Selatan yang menyediakan edukasi tentang perdagangan dan pasar keuangan. 

Dalam laporannya yang berjudul “Its Global Impact of Crypto Trading”, disebutkan bahwa untuk menghilangkan polusi yang dihasilkan oleh penambangan Bitcoin akan membutuhkan perluasan terbesar hutan dunia. 

Bitcoin, menurut perkiraan Forex Suggest, menghasilkan sekitar 57 juta ton CO2 per tahun. Bitcoin mengkonsumsi 707 kWh listrik per transaksi. Untuk “menebus” jejak karbon yang dihasilkan oleh Bitcoin ini, kita perlu menanam 300 juta pohon baru. 

Studi lain yang meneliti seluruh rangkaian peristiwa penciptaan Bitcoin mengungkap bagaimana pertumbuhan mata uang kripto ini membahayakan iklim. Sebagai perbandingan, para ilmuwan mengumpulkan data tentang penggunaan 40 teknologi berbeda mulai dari mesin pencuci piring dan e-book hingga tenaga listrik dan Internet. Mereka menggunakan informasi ini untuk memperkirakan tingkat penyerapan mata uang kripto akan terlihat di tahun-tahun mendatang.

Berdasarkan penilaian mereka yang paling konservatif, tim menemukan emisi kumulatif dari Bitcoin akan cukup untuk mendorong pemanasan global melampaui dua derajat Celcius dalam 22 tahun. Jika tingkat rata-rata penggunaan teknologi digunakan, angka ini mendekati 16 tahun.

“Saat ini, emisi dari transportasi, perumahan dan makanan dianggap sebagai kontributor utama untuk perubahan iklim yang sedang berlangsung. Penelitian ini menggambarkan kalau Bitcoin harus ditambahkan ke daftar (penyebab pemanasan global) ini,” kata penulis makalah Katie Taladay dari University of Hawaii System. 

Untuk diketahui, laporan yang diterbitkan dalam Nature Climate Change memperingatkan untuk menghindari dampak terburuk perubahan iklim, seperti kepunahan terumbu karang dan hilangnya es Arktik. Maka, pemanasan harus dibatasi hingga 1,5 derajat Celcius saja. Bisakah kita melakukannya? (E03)