Upaya memutus rantai penularan COVID-19 di Indonesia masih terus dilakukan. Program vaksinasi juga sudah dijalankan oleh pemerintah sejak awal 2021. Meski begitu, pandemi belum berlalu dan masyarakat tetap diimbau untuk terus menjalankan prokes (protokol kesehatan).
Hingga 24 Agustus 2021, sebanyak 58.468.810 orang (28,07%) di Indonesia telah menerima vaksin COVID-19 dosis pertama. Di antara mereka, sebanyak 32.640.998 orang (15,67%) sudah divaksin dosis kedua. Itu berarti, 28 dari 100 penduduk Indonesia sudah mendapatkan 1 dosis vaksin COVID-19, dari total sasaran vaksinasi sebanyak 28.265.720 orang, meliputi tenaga kesehatan, lanjut usia, petugas publik, masyarakat rentan, masyarakat umum, serta anak-anak dan remaja usia 12-17 tahun.
Meski Indonesia dalam upaya mengamankan masyarakat dari rantai penularan COVID-19, masih ada masalah lain yang perlu diperhatikan selain penularan virus corona di masa pandemi. Masalah itu salah satunya terkait penanganan limbah infeksius COVID-19.
Pandemi COVID-19 telah berlangsung sejak Maret 2020 di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan, hingga Juli 2021 lalu, jumlah limbah medis COVID-19 di Indonesia telah mencapai 18.460 ton. Meski begitu, angka tersebut belum mencatat semua limbah medis COVID-19 di negeri ini.
Limbah medis COVID-19 tergolong sebagai limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dan infeksius. Limbah-limbah dalam laporan KLHK tersebut, berasal dari berbagai fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), rumah sakit darurat, wisma tempat isolasi, dan lokasi uji vaksinasi COVID-19.
Perlu diketahui, yang termasuk dalam kategori limbah medis COVID-19 antara lain, alat pelindung diri (APD) seperti masker, sarung tangan, face shield, dan hazmat; serta berbagai perlengkapan bekas penanganan pasien COVID-19, seperti jarum suntik, infus bekas, alat tes PCR (polymerase chain reaction), juga alcohol swab atau pembersih. Selain itu, botol tempat vaksin COVID-19 (vial) juga termasuk dalam kategori limbah medis COVID-19.
Rumah sakit dan berbagai fasyankes telah memiliki prosedur khusus dalam penanganan limbah medis COVID-19. Yang tak boleh luput dari perhatian adalah penanganan limbah COVID-19 dari lingkungan rumah tangga yang melakukan isoman (isolasi mandiri).
Koalisi warga untuk LaporCovid-19 menyebutkan, total kematian isolasi mandiri dan di luar rumah sakit sejak Juni-Agustus 2021 (saja) telah mencapai 3.000 lebih. Bisa kita bayangkan, jumlah pasien COVID-19 yang melakukan isoman—baik orang dalam pengawasan, pasien dalam pengawasam ringan, maupun OTG (orang yang terkonfirmasi positif COVID-19, tapi tak bergejala)—berikut dengan limbah yang mereka hasilkan pasti mencapai angka jauh di atas itu!
Sebagai informasi, limbah yang berasal dari masyarakat tidak termasuk dalam kategori limbah medis yang diperlakukan seperti limbah medis di rumah sakit dan fasyankes, karena mereka tidak dipakai dalam pelayanan kesehatan atau digunakan oleh pasien di rumah sakit ataupun fasyankes. Karenanya, limbah COVID-19 rumah tangga dimasukkan dalam kategori limbah domestik dan perlu diperlakukan seperti limbah B3 infeksius!
Contoh limbah COVID-19 rumah tangga yang banyak dihasilkan pasien isoman, antara lain masker dan sarung tangan bekas, tisu yang mengandung cairan atau droplet dari hidung dan mulut, alat bekas rapid test, serta sisa makanan dan kemasan bekas makanan atau minuman pasien COVID-19.
Minimnya informasi di masyarakat terkait pengelolaan limbah infeksius secara aman menjadi tantangan khusus di masa pandemi ini. Limbah COVID-19 domestik berpotensi tinggi untuk menularkan virus corona pada orang yang melakukan kontak dengan limbah tersebut. Karenanya, masyarakat perlu memberi perhatian dan mengelola limbah B3 dan infeksius itu dengan prosedur khusus.
Sesuai anjuran KLHK, berikut langkah-langkah mengelola limbah COVID-19 rumah tangga dengan aman, untuk mengurangi risiko kesehatan dan memutus rantai penularan COVID-19 di lingkungan masyarakat:
Proses pengangkutan limbah infeksius COVID-19 dari lingkungan rumah tangga berbeda dengan pengangkutan sampah domestik biasa. Limbah infeksius harus diangkut oleh petugas khusus, seperti petugas kebersihan puskesmas, rumah sakit, atau pihak pengelola limbah B3 yang telah memiliki izin, dan harus diangkut menggunakan kendaraan khusus.
Petugas khusus tersebut lantas akan membawa limbah infeksius COVID-19 ke tempat pengolahan limbah B3 untuk dimusnahkan menggunakan insinerator dengan suhu tinggi, sesuai dengan ketentuan dan standar operasional keamanan dan kesehatan. (E02)