Sebuah mobil melaju dengan kecepatan sangat tinggi di jalan raya. Dengan ugal-ugalan, pengendara mobil itu menyalip kendaraan-kendaraan lain di depannya dan menerobos lampu merah di perempatan jalan. Tidak ada polisi di sepanjang ruas jalan tersebut—hal yang mungkin membuat si pengendara merasa aman berkendara dengan ceroboh.
Namun, beberapa hari kemudian sebuah surat datang ke rumahnya. Isinya, konfirmasi pelanggaran yang dia lakukan, beserta kewajiban untuk membayar denda yang berlaku. Rupanya si pengendara tak sadar bahwa ada seperangkat kamera pengawas ditempatkan di ruas jalan yang dia lalui, untuk mendeteksi plat nomor kendaraan-kendaraan yang melintas.
Jika mendeteksi adanya kendaraan yang melakukan pelanggaran, maka sistem secara otomatis akan menangkap gambar kendaraan dan melakukan pengecekan nomor plat kendaraan untuk mengetahui nama pemilik serta alamatnya. Sistem inilah yang disebut tilang elektronik alias e-tilang. Di Indonesia, sudah ada beberapa provinsi yang menerapkan sistem tilang elektronik, termasuk DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Untuk diketahui, sistem tilang elektronik merupakan salah satu bentuk penerapan teknologi computer vision. Computer vision merupakan cabang dari artificial intelligence (AI/kecerdasan buatan) yang melatih komputer untuk mengenali dunia visual.
Dengan computer vision, mesin bisa secara akurat mengidentifikasi objek yang mereka “lihat” lalu memberikan respons menggunakan gambar digital dari kamera, video, serta model deep learning yang diterapkan pada mesin tersebut.
Selain sistem tilang elektronik, penerapan computer vision lainnya bisa kita lihat pada fitur face recognition pada berbagai aplikasi mobile yang menerapkan sistem verifikasi ataupun login menggunakan wajah pemilik akun, atau pada sistem pemindaian kode QR yang kini sudah banyak digunakan dalam transaksi digital.
Tahukah Anda? Computer vision juga punya peran penting dalam membantu manusia menghadapi pandemi dan mengendalikan penyebaran COVID-19. Di antaranya sebagai berikut.
1. Deteksi COVID-19 pada CT scan dada pasien
Tahun lalu, DAMO Academy, lembaga penelitian Alibaba, mengembangkan sistem diagnosis berbasis AI computer vision untuk mendeteksi kasus virus corona melalui hasil CT scan pasien. Sistem tersebut mampu mengidentifikasi perbedaan CT scan pasien yang terinfeksi virus corona dengan pasien yang menderita pneumonia virus biasa, dengan tingkat akurasi hingga 96%.
Menurut Alibaba, algoritma pada AI computer vision yang dikembangkan oleh DAMO Academy ini membantu dokter dan rumah sakit menganalisis hasil CT scan dengan lebih cepat, hanya dalam waktu 20 detik. Biasanya, dokter membutuhkan waktu hingga 15 menit untuk menganalisis CT scan dari satu pasien yang dicurigai.
2. Memantau suhu tubuh
Sejak pandemi berlangsung, banyak tempat publik, termasuk bandara, stasiun, perkantoran, hotel, dan mal memasang kamera thermal untuk memantau suhu tubuh pengunjung. Penggunaan kamera thermal di area publik ini dianjurkan ketimbang penggunaan termometer tembak, karena dinilai memiliki akurasi deteksi suhu yang lebih baik dan lebih minim human error.
Saat ini sudah banyak yang mengembangkan kamera thermal. Di antaranya, para akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Kamera thermal yang mereka kembangkan menerapkan teknologi computer vision yang menggabungkan deteksi wajah dan machine learning dari citra warna yang diregistrasi dengan citra thermal untuk melakukan skrining suhu tubuh secara cepat dan akurat, tanpa kontak langsung. Jika sistem mengidentifikasi seseorang dengan suhu di atas 37,5°C, maka petugas perlu mengambil tindakan sesuai dengan prosedur kesehatan.
3. Mendeteksi penggunaan masker
Computer vision juga dapat diterapkan untuk memantau penggunaan masker pada masyarakat. Pusat AI ITB, misalnya, mengembangkan sistem AI-vision atau computer vision untuk memantau orang-orang yang tidak menggunakan masker. Model ini dikembangkan dengan kemampuan untuk mengenali wajah dan membedakan wajah yang bermasker atau tidak.
Sistem ini dapat dipasang di tempat-tempat publik untuk mengantisipasi jika ada orang yang berkeliaran tanpa menggunakan masker atau menggunakan masker dengan tidak semestinya.
4. Memantau penerapan social distancing
Computer vision juga dapat diterapkan untuk memantau praktik social distancing di tempat umum. Cara kerjanya kira-kira seperti ini. Kamera pemantau akan mengirim gambar yang tertangkap ke sistem untuk menganalisis jarak antarindividu untuk menentukan apakah mereka melanggar aturan social distancing atau tidak.
Sistem pemantauan ini sudah dikembangkan oleh beberapa perusahaan. Contohnya oleh Numina, perusahaan teknologi yang berbasis di New York, AS. Numina mengembangkan sistem untuk memantau pergerakan dan praktik social distancing di tempat umum menggunakan data video. Mereka juga menggunakan data dari pergerakan pejalan kaki untuk melihat efektivitas menjaga jarak dalam 2 meter dipraktikkan oleh masyarakat di kota New York.
Di Indonesia, ada Nodeflux, perusahaan teknologi yang fokus di bidang AI, mengembangkan solusi Public Mobility Monitoring. Solusi ini diterapkan untuk memantau mobilitas masyarakat dan kendaraan di Jakarta. Selain itu, peneliti dari ITB juga menciptakan Yu-Ngantri, sebuah sistem pemantau jaga jarak dan kapasitas ruangan otomatis.
“Sistem ini dirancang untuk dua tugas utama, yakni, pertama, memantau jarak antar orang dan memberitahu jika ada yang terlalu berdekatan dan kedua, menghitung orang yang keluar masuk ruangan, sehingga kapasitas maksimum ruangan bisa diketahui secara real time,” kata Profesor Emir Mauludi Husni, pengajar teknik elektro di ITB, tentang sistem buatannya, dikutip dari voaindonesia.com.
Penerapan computer vision dalam menghadapi pandemi COVID-19 tidak terbatas pada contoh-contoh di atas. Banyak peneliti dan pengembang aplikasi juga telah berkontribusi dalam pengembangan dan penerapan computer vision untuk kehidupan manusia di tengah pandemi.
Tak bisa disangkal bahwa teknologi ini merupakan masa depan dunia digital dan berpotensi untuk diterapkan di berbagai bidang industri di Indonesia, bahkan setelah pandemi. Computer vision dapat diterapkan di berbagai bidang untuk menunjang proses yang lebih cepat, akurat, dan efisien.
Teknologi ini juga dapat diterapkan di berbagai bidang industri, termasuk retail, otomotif, kesehatan, pertanian, dan perbankan. Pemanfaatannya tidak terbatas untuk penegakan hukum lalu lintas secara otomatis, deteksi objek, dan face recognition, tapi juga untuk mendeteksi penyakit pada tanaman, menganalisis gambar dari pemindaian radiologis dan mendeteksi kelainan atau penyakit pada pasien, membantu proses quality control, menghitung dan mencatat stok produk, serta banyak lagi.
Meski ekosistem digital di Indonesia sudah cukup matang—mulai dari infrastruktur, sumber daya manusia, hingga kepemilikan teknologi—tapi teknologi AI computer vision bisa dibilang masih baru bagi sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kehadiran perusahaan-perusahaan teknologi yang fokus di bidang AI computer vision memberikan angin segar bagi perkembangan teknologi di Tanah Air. Meski begitu, masih ada tantangan yang harus dihadapi. Dari sisi sumber daya manusia, engineer yang menguasai AI, khususnya computer vision, terbilang masih terbatas.
Selain itu, edukasi mengenai computer vision bagi industri serta pentingnya teknologi ini untuk menunjang efisiensi dan produktivitas juga masih diperlukan. Kekurangpahaman mengenai keunggulan teknologi ini, serta besarnya investasi untuk penerapan teknologi AI masih menjadi kendala bagi pertumbuhan penetrasi AI dan computer vision di Indonesia. (E02)