Isu lingkungan makin disorot oleh banyak pihak. Sebagai salah satu upaya untuk hidup lebih ramah lingkungan, banyak pihak mulai melirik material alternatif untuk memroduksi beragam barang bernilai jual. Beberapa material alternatif yang dianggap potensial adalah sampah dan limbah yang masih bisa didaur ulang, agar tidak terbuang percuma di tempat pembuangan akhir (TPA).
Selain sampah plastik, limbah organik seperti kulit buah dan ampas kopi pun kini mulai banyak dilirik sebagai material alternatif untuk pembuatan perabotan atau aksesoris rumah tangga. Bahkan kini tengah menjadi tren.
Salah satu pemanfaatan limbah organik dilakukan oleh desainer Cina, Zhekai Zhang. Zhang memanfaatkan ampas kopi sebagai material yang untuk pewarnaan porselen. Dengan ampas kopi, ia mampu menghasilkan porselen dengan tekstur mirip marmer. Metode ini kemudian ia terapkan dalam pembuatan lampu yang diberi nama Coffire.
Menurut Zhang, metode pewarnaan yang dia kembangkan terinspirasi dari teknik menembak lubang kebudayaan Cina kuno yang bisa menghasilkan tekstur acak dan tidak sempurna. Dari situ, ia lantas mengembangkan metode pewarnaan dari ampas kopi ini untuk menghasilkan corak warna yang berbeda di setiap produk Coffire.
Proyek Coffire sebenarnya berawal dari permintaan komersial untuk mempromosikan minuman kopi. Berawal dari situ, Zhang yang merupakan seorang desainer produk melakukan penelitian teknik pembakaran keramik.
Setelah menggali lebih dalam, ia mengetahui bahwa limbah kopi yang dihasilkan setiap tahun ternyata cukup banyak. Ada sekitar 8 juta ton ampas kopi yang diproduksi setiap tahun dari setidaknya 400 miliar cangkir yang dikonsumi. Karena itu, ia pun berpikir untuk memanfaatkan ampas kopi.
“Sebagian besar ampas kopi dibuang ke TPA atau dibakar bersama sampah lainnya. Pembuangan ampas kopi sebagai sampah tidak hanya menghabiskan banyak energi, tapi juga merusak lingkungan,” ujarnya.
Karenanya, dalam pembuatan Coffire, Zhang memanfaatkan komponen yang lebih ramah lingkungan. Salah satunya, tungku gas yang memungkinkan produksi lampu secara massal sekaligus dapat menghindari limbah hasil pembakaran.
Menurut Zhang, ampas kopi alami lebih aman ketimbang logam beracun yang digunakan untuk mewarnai keramik dalam pembakaran tembikar kuno. Proses pembakaran dilakukan Zhang pada suhu antara 700-1000 derajat Celsius yang terbilang relatif rendah dalam pembakaran keramik.
Selama proses pembakaran tersebut, ampas kopi akan melepaskan biodiesel dan gula. Keduanya saling berinteraksi dan teroksidasi sehingga mampu menciptakan warna merah seperti marmer. Zhekai menuturkan, tekstur dan pola acak pada lampu ditentukan oleh sejumlah variabel, seperti suhu, kelembaban, serta kepadatan ampas bubuk kopi.
Perbedaan tekstur dan pola yang dihasilkan lantas menjadikan setiap lampu Coffire menjadi unik. Dalam komersialisasinya, Zhang menggandeng studio Kae dan sejumlah koleganya yang juga alumni Royal College of Arts, Inggris. Coffire kini sudah mulai dijual dengan harga mulai dari 270 Euro atau sekitar Rp4,3 juta. Tertarik untuk membeli? (E04)