NFT atau non-fungible token saat ini tengah menjadi perbincangan hangat. Bagi kamu yang belum mengetahuinya, NFT memungkinkan sebuah hasil karya seni digital dilekatkan dengan token sebagai label indentitasnya, atau biasa disebut sebagai tokenisasi.
NFT sendiri menggunakan teknologi blockchain yang juga dipakai dalam aset kripto. Namun yang membedakan, nilai antar-NFT bisa berbeda, tidak seperti masing-masing aset kripto yang memiliki nilai sepadan, sehingga dapat digunakan untuk bertransaksi.
Mengingat NFT berbasis blockchain, perkembangannya pun membuat khawatir sejumlah pihak, terutama mereka yang menaruh perhatian pada isu lingkungan. Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan, karena NFT sudah diidentifikasi sebagai kontributor karbon yang cukup besar.
Berdasarkan laporan yang dibuat seorang analis data, Erin Davis, yang dipublikasikan di Quartz, proses penambangan blockchain sebagai penopang NFT menjadi penyumbang terbesar emisi karbon. Meski NFT tidak langsung ditambang, tapi blockchain sebagai teknologi pendukungnya masih. Perlu diketahui, Bitcoin dan mata uang kripto lainnya boros daya listrik. Sebagai gambaran, gudang rig penambangan Bitcoin beroperasi dalam 24 jam sehari sehingga penambangan ini menghabiskan lebih banyak energi.
Menurut laporan tersebut, estimasi emisi CO2 dalam proses menghubungkan satu block pada blockchain dalam satu NFT kira-kira sama dengan yang dihasilkan oleh sebuah mobil yang melakukan perjalananan dengan jarak lebih dari 500 mil atau sekitar 804 km.
Selain itu, biaya yang diperlukan untuk proses penambangan juga sangat besar. Konsumsi listrik yang dikeluarkan untuk sekali penambangan kripto diperkirakan setara dengan konsumsi listrik yang digunakan rata-rata rumah di Amerika Serikat dalam 50 hari, sehingga biaya yang dikeluarkan sekitar USD 200 atau sekitar Rp2,8 juta.
Oleh sebab itu, dalam beberapa bulan terakhir, inisiatif untuk melakukan penambang kripto yang ramah lingkungan terus dilakukan. Salah satunya dilakukan dilakukan oleh Manhattan Solar Partners, LLC, yang mengumumkan rencana untuk membangun pusat data penambangan kripto yang menggunakan energi terbarukan terbesar di Amerika Serikat.
Selain itu, baru-baru ini, perusahaan bernama StarkWare juga memperkenalkan inisiatif untuk mendorong penjualan NFT yang lebih ramah lingkungan. Mereka mencoba mengurangi konsumsi energi dalam proses penambangan sekitar 200 hingga 200 ribu kali dari biasanya.
Menurut pendiri StarkWare Uri Kolodny, mereka mengembangkan tool yang diberi nama ZK atau zero knowledge yang memungkinkan perusahaan untuk meletakkan lebih dari 1 juta NFT dalam satu block, sehingga dapat meminimalisir kebutuhan energi.
Teknologi StarkWare sudah mulai digunakan oleh sejumlah perusahaan yang memfasilitasi transaksi NFT, seperti Immutable X. Selain itu, brand yang mulai terjun ke bisnis NFT, seperti Marvel dan Disney, diketahui juga sudah menggunakan teknologi StarkWare untuk meluncurkan NFT mereka.
Meski masih ada isu mengenai dampak lingkungan, NFT sendiri diprediksi akan terus berkembang. Menurut Mango Dogwood, penulis dan seniman, adopsi NFT akan meningkat di 2022. Ke depannya, NFT tidak lagi dilihat sebagai sekadar karya seni yang dikoleksi, tapi orang-orang akan mulai mengetahui kemampuan teknologi pendukungnya yang bisa digunakan lebih dari itu.
Salah satunya adalah untuk musik. Dogwood memperkirakan sejumlah musisi akan memanfaatkan NFT untuk mempertahankan hak intelektualnya. Selain itu, NFT juga bisa menjadi cara untuk mendekatkan diri dengan para penggemar.
Di samping musik, ekosistem gaming juga akan mendapat imbas dari perkembangan NFT yang kian masif di masa depan. Kreator konten game akan semakin besar di tahun mendatang. NFT bersama DeFi (Decentralized Finance, atau ekosistem aplikasi keuangan berbasis blockchain), akan menjadi salah satu faktor para kreator ini mendapatkan pemasukan.
Di Indonesia, NFT mulai diperbincangkan dan banyak orang mulai tertarik untuk mengenalnya. Sejumlah brand sudah memanfaatkan NFT sebagai bagian dari ekosistem mereka. Salah satunya dilakukan oleh Bumilangit yang memperkenalkan NFT dari karakter Gundala dan Sri Asih.
Musisi Syahrini pun diketahui telah menjual Syahrini’s Metaverse Tour dengan meluncurkan Binance NFT pada 14 Desember 2021 dan terjual habis. Ia menjualnya dengan harga BUSD20 (Binance USD) atau sekitar USD19,99.
Terakhir, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga melihat potensi dari NFT untuk mendorong kesejahteraan para pelaku seni. Ia bercerita pernah mengajak seorang pelukis di Jalan Braga, Bandung, untuk memasukkan lukisannya di salah satu marketplace NFT, OpenSea. (E04)
Binance NFT, Binance USD, Bitcoin, blockchain, Bumilangit, BUSD, Disney, emisi karbon, Erin Davis, Gundala, Immutable X, kripto, LLC, Manhattan Solar Partners, Marvel, NFT, non-fungible token, OpenSea, Quartz, Ridwan Kamil, Sri Asih, StarkWare, Syahrini, Syahrini’s Metaverse Tour, Uri Kolodny, zero knowledge,