Era digital telah mengubah gaya hidup masyarakat modern. Teknologi kini telah mengambil peran penting dalam memenuhi beragam kebutuhan manusia di berbagai aspek, mulai dari transportasi, pendidikan, kesehatan, hingga finansial.
Khusus untuk bidang finansial, masyarakat saat ini mungkin sudah tidak asing dengan istilah financial technology atau fintech. Sesuai namanya, fintech pada dasarnya adalah inovasi teknologi di bidang finansial untuk menghadirkan pengalaman transaksi yang lebih praktis, mudah, serta efektif.
Fintech di Indonesia sendiri dimulai pada 2006, tapi saat itu belum banyak perusahaan yang menggeluti bidang ini. Baru di 2015, ketika Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) berdiri, kepercayaan pada layanan fintech mulai tumbuh di masyarakat dan berdampak pada perkembangan perusahaan fintech di Tanah Air yang begitu pesat.
Selain jumlahnya yang kian besar, jenis fintech yang berkembang pun semakin beragam. Ada peer-to-peer lending, e-wallet, micro finance, payment gateaway, hingga crowdfunding. Namun dalam artikel kali ini, kita akan membahas mengenai perkembangan crowfunding fintech di Indonesia sebagai salah satu kategori fintech yang diprediksi memiliki potensi besar di masa depan dan berpotensi menjadi bagian dari pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.
Seperti namanya, crowdfunding fintech merupakan platform urun dana yang mempertemukan pihak donatur dengan pihak yang memerlukan dana. Mengingat platform ini didukung dengan teknologi, transaksi yang dilakukan lebih mudah dan efisien, tapi tetap aman.
Ragam layanan yang disediakan crowdfunding fintech pun beragam, mulai dari pengumpulan donasi hingga platform yang mempertemukan investor dengan pemilik bisnis. Untuk mengetahui jenis crowdfunding fintech yang ada di Indonesia, berikut daftarnya seperti dikutip dari situs sikapiuangmu.ojk.go.id.
Sesuai namanya, sistem urun dana yang dilakukan dalam crowdfunding fintech berbasis donasi adalah pendonor tidak mendapatkan imbalan apa pun dari proyek yang didanainya. Mengingat sifatnya donasi, proyek dalam crowfunding fintech berbasis donasi ditujukan untuk proyek non-profit. Contoh platform yang menerapkan ini adalah Kitabisa.com dan BenihBaik.com.
Pada crowfunding fintech berbasis reward, pendonor biasanya tidak langsung mendapatkan keuntungan dari modal yang diberikannya pada sebuah proyek. Namun, mereka biasanya akan mendapatkan imbalan lain, seperti barang, jasa, termasuk hak sebuah karya.
Sistem crowdfunding ini biasanya digunakan untuk proyek industri kreatif, seperti games, musik, atau film. Nantinya, para donator bisa mendapatkan hadiah berupa merch atau edisi khusus dari proyek yang didanainya. Di Indonesia, salah satu platform yang menerapkan sistem ini adalah Kolase.com.
Pada dasarnya, model bisnis loan-based crowdfunding atau debt crowdfunding merupakan penggalangan dana dalam bentuk utang, sehingga para pendonor bisa mendapatkan kompensasi berupa pembayaran kembali pinjaman yang diberikan, termasuk bunganya.
Sistem ini juga biasa dikenal sebagai peer-to-peer lending (P2P). Penyedia platform P2P di Indonesia sendiri sudah banyak. Beberapa di antaranya adalah Akseleran, Modalku, serta Investree.
Layanan ini merupakan bentuk urun dana melalui penawaran saham. Maksudnya, pihak penggalang dana akan menawarkan saham kepada para pemodal. Biasanya, layanan ini dipakai untuk akses pembiayaan pelaku UMKM. Di Indonesia, layanan ini dikenal sebagai equity atau securities crowdfunding.
Saat ini, ada enam platform equity based crowdfunding yang sudah mendapatkan izin OJK, yakni Santara, Bizhare, CrowdDana, LandX, Danasaham, serta Shafiq. Namun dari seluruh pelaku itu, baru Bizhare yang mendapatkan izin securities crowdfunding sehingga bisa menerbitkan obligasi atau sukuk, sedangkan lainnya masih berizin equity crowdfunding atau baru bisa melayani penerbitan saham UMKM.
Potensi platform crowdfunding fintech di Indonesia disebut-sebut akan besar, mengingat hal ini dapat pula mendorong inklusi keuangan, terutama untuk layanan P2P. Bahkan khusus untuk securities crowdfunding, Otoritas Jasa Keuangan bahkan menjadikannya sebagai salah satu upaya andalan untuk mendukung permodalan bagi UMKM.
Menurut Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, securities crowdfunding merupakan salah satu dari empat kebijakan OJK dalam mendukung digital UMKM, selain KUR Klaster, Bank Wakaf Mikro, serta platform marketplace khusus pelaku UMKM dengan nama UMKM-MU.
Sementara soal tantangan, salah satu yang masih menjadi perhatian adalah di bidang equity based crowfunding. Sebab, pasar dari fintech jenis ini masih terbuka besar dengan banyak jenis usaha yang masih membutuhkan pendanaan. Namun, data OJK melihat kontribusinya platform dari layanan ini msasih kecil.
Hingga akhir Desember 2020, jumlah penerbit UMKM yang memanfaatkan platform securities crowdfunding baru 129 dengan jumlah penghimpunan dana Rp 191,2 miliar. Karenanya, OJK saat ini terus berupaya memperluas sekaligus mempermudah usaha yang bisa ikut menerbitkan saham atau surat utang lewat platform securities crowdfunding.
Selain itu, tantangan lain adalah edukasi dan sosialisasi pada masyarakat maupun pelaku usaha mengenai manfaat dari crowdfunding fintech, termasuk layanan fintech secara umum serta mereka yang sudah mendapat izin. Dengan demikian, masyarakat bisa memanfaatkan beragam platform ini mendukung kebutuhannya. (E04)
AFTECH, Akseleran, Asosiasi Fintech Indonesia, BenihBaik.com, Crowdfunding, debt crowdfunding, e-wallet, fintech, Investree, Kitabisa.com, Kolase.com, Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, loan-based crowdfunding, micro finance, Modalku, payment gateaway, peer-to-peer lending, securities crowdfunding, Wimboh Santoso,