Titik Temu
Masa Depan Dunia Kesehatan dengan Pemanfaatan Augmented Reality
Editorial Cast | 03.14.2022

Augemented reality (AR) kini bukan lagi istilah asing, terutama bagi mereka yang dekat dengan dunia teknologi. Bersama dengan virtual reality (VR), AR  sudah mulai diterapkan untuk berbagai hal, mulai dari kebutuhan hiburan, pendidikan, hingga kesehatan. 

Meski sama-sama menawarkan pengalaman virtual, ada perbedaan signifikan antara keduanya yang mungkin belum diketahui semua orang. 

Augmented reality merupakan teknologi virtual yang berbasis di dunia nyata, atau memproyeksikan informasi digital ke lingkungan sekitarnya. Sementara virtual reality menawarkan pengalaman virtual yang lebih imersif, di mana pengguna biasanya menggunakan perlengkapan khusus seperti headset dan kacamata khusus untuk merasakan pengalaman virtual yang sepenuhnya ditampilkan melalui perangkat tersebut, tanpa interaksi dengan dunia nyata. 

Potensi AR di dunia kesehatan

Seperti yang sudah disebutkan, teknologi AR kini sudah dimanfaatkan untuk berbagai hal, termasuk di dunia kesehatan. Bahkan, AR disebut-sebut dapat berperan dalam pengembangan dunia kesehatan masa depan. 

Salah satu kemampuannya yang paling sederhana adalah penggunaan teknologi AR untuk melakukan pencarian fasilitas kesehatan terdekat. Bayangkan, jika tiba-tiba seseorang mengalami kecelakaan atau kondisi kritis, dan perlu mendapatkan pertolongan dan dibawa ke fasilitas kesehatan. Dengan AR, dia atau orang-orang di dekatnya dapat langsung mencari fasilitas kesehatan terdekat melalui aplikasi yang diproyeksikan ke dunia nyata, layaknya sedang bermain gim Pokemon Go

Aplikasi pencarian fasilitas kesehatan berbasis AR sebenarnya sudah ada. Salah satunya dikembangkan oleh Lucien Engelen dari Radboud University Nijmegen Medical Center, Belanda. Aplikasi bernama AED4EU ini menyajikan informasi mengenai fasilitas kesehatan yang memiliki Automated External Defibrilator atau AED, alat medis yang bisa menganalisis irama jantung secara otomatis dan memberikan kejutan listrik untuk mengembalikan irama jantung jika dibutuhkan. Alat ini berfungsi untuk menolong orang yang mengalami henti jantung

Selain dari daftar fasilitas kesehatan yang tersedia, pengguna juga dapat menambahkan database mengenai fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki AED. Mengingat aplikasi ini dikembangkan dengan AR, penguna dapat langsung memproyeksikan lokasi fasilitas kesehatan di dunia nyata melalui smartphone miliknya. 

Pemanfaatan AR lainnya adalah untuk membantu dokter memberikan informasi mengenai penyakit yang diderita pasiennya. Pemanfataan AR untuk kebutuhan ini sempat diangkat dalam sebuah acara BBC Two dengan tajuk Your Body Uncovered with Kate Garraway. Acara tersebut memperlihatkan seorang dokter yang memanfaatkan AR untuk memberi informasi kepada pasien mengenai kondisi tubuhnya. 

Dikisahkan dalam acara tersebut, dokter dan ahli radiologi bekerja sama dengan seniman digital untuk membuat gambaran 3D dari tubuh pasien. Lalu, berbekal headset Microsoft HoloLens, pasien dapat meliaht anggota badan dan organ mereka secara virtual, sambil dokter menjelaskan kondisi tubuh mereka dan penyakit yang dia derita. 

Dalam acara tersebut, Dr. Stephen Quinn, seorang ginekolog dari RS NHS Trust Imperial College, memanfaatkan teknologi AR untuk menunjukkan organ tubuh pasiennya yang bernama Hilda. Ia diketahui memiliki fibroid yang tumbuh di tubuhnya, sehingga perutnya bengkak dan terasa sakit. 

Menurut sang dokter, pemanfaatan AR telah meningkatkan informasi atau gambar dari yang biasanya berupa scan MRI ke tingkat yang berbeda, karena ditampilkan secara 3D. 

“Sungguh luar biasa dapat memvisualisasikan sepenuhnya apa yang terjadi di panggul sebelum operasi pengangkatan fibroid,” tutur Dr. Stephen. 

Penerapan di Indonesia

Di Indonesia sendiri, penggunan teknologi virtual di bidang kesehatan juga terus dikembangkan. Meski penerapan teknologi AR belum dilakukan, tapi pemanfaatan VR untuk kebutuhan pengembangan layanan kesehatan, terutama di bidang pendidikan sudah diterapkan. 

Salah satunya adalah kerja sama antara perusahaan teknologi Indonesia Arutala dengan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM). Melalui kerja sama tersebut, keduanya mengembangkan sebuah platform VR bernama ARULAB Bathing Patient VR. Platform VR itu digunakan sebagai simulasi latihan mahasiswa untuk memandikan pasien. 

Selain Arutala, ada pula Aryaguna Technology yang mengembangkan platform simulasi VR untuk menunjang kebutuhan praktik tenaga kesehatan di Indonesia. Namun, tidak hanya di dalam negeri, kiprah dokter Indonesia yang memanfaatkan VR untuk kebutuhan kesehatan juga dilakukan di luar negeri. 

Tahun lalu, dua profesor asal Indonesia di Amerika Serikat telah mengembangkan platform VR yang dipakai untuk mengajar mahasiswa kedokteran gigi. Platform ini dikembangkan oleh dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Illinois, Cortino Sukotjo bersama pakar teknologi imersif di Universitas Florida, Markus Santoso

Platform ini dikembangkan untuk membantu pengajaran mahasiswa di tengah pandemi COVID-19. “Dengan metode ini, mereka (mahasiswa) bisa belajar sendiri di rumah, tidak ada batasan waktu dan tempat,” tutur Cortino. 

Hasil riset keduanya telah riils dalam Journal of Dental Education pada November 2020 dengan judul “Faculty perceptions of virtual reality as an alternative solution for preclinical skills during the pandemic”. (E04)