Titik Temu
Kolaborasi Apik Atasi Krisis Iklim
cast | 09.27.2021

Mitigasi perubahan iklim oleh berbagai negara di dunia makin menguat, tak terkecuali upaya yang dilakukan oleh Indonesia. Demi mewujudkan target pengurangan emisi karbon sesuai Perjanjian Paris 2016, diperlukan peran serta banyak pihak dalam menghadapi perubahan iklim. 

“Kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil, akademisi, pihak industri, dan publik, sangat diperlukan untuk menangani isu perubahan iklim ini,” kata Deputy Director of Environmental Government Unit The Asia Foundation Alam Suryaputra, dalam webinar Katadata Sustainability Action for the Future Economy (SAFE) Forum 2021.

The Asia Foundation misalnya, sebagai salah satu pihak yang ikut ambil bagian dalam penanganan isu perubahan iklim, melakukan upaya dengan cara mendukung pelestarian hutan di wilayah-wilayah kaya hutan di Indonesia. 

Pemberian insentif 

The Asia Foundation menginisiasi dan mendorong agar skema transfer anggaran berbasis kinerja lingkungan hidup, menjadi salah satu indikator penting dalam pengelolaan keuangan di Indonesia.

“Pemerintah daerah yang berkinerja baik dalam pengelolaan lingkungan hidup akan mendapat reward atau insentif anggaran keuangan dari pemerintahan di atasnya melalui program Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologis (TAPE),” Alam memberikan gambaran. Dana insentif ini nantinya bisa digunakan untuk pengembangan pelestarian hutan, atau menggerakkan ekonomi berkelanjutan di daerah yang bersangkutan.

Diakui Alam, awalnya banyak pemerintah daerah (Pemda) yang ragu untuk menerapkan program ini. Mereka khawatir skema tersebut bertentangan dengan aturan daerah di atasnya. “Tapi sekarang, setidaknya ada enam Pemda yang sudah memiliki dan menjalankan regulasi TAPE,” kata Alam. 

Mendorong Pelestarian Hutan  

Selain The Asia Foundation, lembaga Research Centre for Climate Change (RCCC) Universitas Indonesia (UI) juga melakukan kajian mengenai mitigasi perubahan iklim dengan skema TAPE. 

Lembaga ini melakukan simulasi perhitungan anggaran dengan memasukkan tambahan indikator baru ke dalam rumusan Dana Alokasi Umum (DAU) yang dimiliki Kementerian Keuangan. 

Saat ini, rumusan perhitungan DAU hanya memasukkan indeks luas wilayah daratan dan indeks luas wilayah lautan. Kemudian, RCCC UI menambahkan indeks wilayah tutupan hutan berdasarkan data dari Kementerian Kehutanan, ke dalam rumusan itu. Artinya, daerah dengan kinerja ekologi baik karena dapat melestarikan hutan yang lebih luas akan mendapatkan insentif dana yang lebih besar. 

Ketika data wilayah tutupan hutan itu dimasukkan ke dalam perhitungan DAU, maka kabupaten-kabupaten kaya hutan ini akan mendapatkan tambahan dana insentif yang besar. 

“(Dana insentif yang didapat) bisa mencapai puluhan miliar rupiah. Bahkan, daerah yang memiliki tutupan hutan sangat besar bisa mendapatkan tambahan dana lebih dari seratus juta rupiah,” kata tim riset RCCC UI, Rafie Mohammad. 

Konservasi Lahan 

Memiliki tujuan yang sama untuk mencapai penurunan emisi karbon, Danone Indonesia ambil bagian dengan melakukan konservasi lahan. Menurut Head of Climate and Water Stewardship Danone Indonesia, Ratih Anggraeni, selama 10 tahun terakhir pihaknya telah menanam 2,4 juta pohon di wilayah seluas 6.000 hektar yang tersebar di 15 kabupaten di Indonesia.  

“Danone tak hanya melakukan penanaman pohon, tetapi juga melakukan monitoring terhadap pohon-pohon yang sudah ditanam, juga membangun taman keanekaragaman hayati dan hutan kota di 19 lokasi,” kata Ratih. 

Dukungan Pemerintah 

Peran serta berbagai kalangan ini diapresiasi oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Dian Lestari, menyebutkan bahwa dukungan, partisipasi, dan berbagai tindakan konkret dari banyak pihak sangat dibutuhkan untuk sama-sama menyukseskan pembangunan yang berkelanjutan.

“Pemerintah sendiri telah mengembangkan strategi kebijakan pembiayaan perubahan iklim yang disebut dengan Climate Change Fiscal Framework. Strategi ini pada intinya adalah upaya menggunakan fiscal tool untuk mengoptimalkan mobilisasi pembiayaan perubahan iklim,” ujarnya. 

Ditambahkan Dian, secara akumulasi, dalam empat tahun terakhir, realisasi belanja APBN untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim tercatat mencapai Rp 347,04 triliun. (E03)