Titik Temu
Kisah Tubaba Membangun Budaya Baru
cast | 09.30.2021

Dalam beberapa tahun terakhir, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung, menjadi perhatian publik. Hal itu bukannya tanpa alasan karena kabupaten yang juga dikenal dengan nama Tubaba tersebut memiliki masjid dengan desain tidak biasa. 

Masjid bernama Masjid 99 Cahaya itu tidak memiliki kubah, menara, atau kaligrafi, seperti masjid pada umumnya di Indonesia. Desain masjid pun dirancang secara vertikal. Tidak jauh dari Masjid 99 Cahaya, ada pula balai adat bernama Sesat Agung dan keduanya kini menjadi bangunan monumental di Tubaba. 

Adapun kedua bangunan itu merupakan rancangan dari seorang arsitek bernama Andra Matin. Andra berkisah, dirinya diminta langsung oleh Bupati Tababa, Umar Ahmad, untuk merancang Masjid 99 Cahaya dan Balai Sesat. 

Kisah Andra Matin mendesain untuk Tubaba

Dalam wawancara dengan CAST Foundation, Andra menceritakan pertemuannya dengan Umar Ahmad ketika orang nomor satu di Tubaba itu sedang berkunjung ke Jakarta. Bupati Tubaba tersebut sempat mengunjungi salah satu butik di Plaza Indonesia dan tertarik dengan desain tempat tersebut. Oleh si pemilik butik, Umar diperkenalkan pada Andra. 

“Pak Umar langsung ke kantor saya dan (saya) diajak untuk membangun Tubaba. Oke, saya semangat menerima ajakan tersebut,” tutur Andra dalam diskusi bertema Re:design Our Cities yang digelar CAST Foundation. Setelah perbincangan itu, Andra lantas mengunjungi Tubaba untuk melihat potensi daerah tersebut. 

Andra menceritakan, menurut Umar, Tubaba bukanlah daerah yang menjadi tempat persinggahan maupun tujuan kunjungan orang. Selain itu, wilayah ini tidak memiliki sungai yang lebar, tidak memiliki gunung, ataupun pantai, sehingga secara keseluruhan wilayah ini terbilang biasa saja. 

“Ini menjadi tantangan buat Pak Bupati dan saya. Bagaimana mengubah Tubaba menjadi wilayah  yang menarik, dimulai dari bangunan,” tutur Andra. Dari situ, ia mulai mengembangkan desain yang menarik, sekaligus bisa menjadi magnet banyak orang untuk berkunjung ke sana. 

Bukan sekadar bangunan

Meski dimulai dengan bangunan fisik, Andra mengatakan, Bupati Tubaba juga menginisasi budaya baru di daerahnya. Hal ini tidak lepas dari Tubaba yang dikenal sebagai wilayah transmigrasi, sehingga ada masyarakat dari latar belakang budaya berbeda yang hidup bersama. 

“Jadi, arsitektur tidak sendiri, tapi juga diikuti dengan culture. Beberapa rekan juga membantu untuk menciptakan soul (Tababa), dimulai dengan bagaimana meredefinisi lagi budaya di wilayah tersebut, misalnya tentang kesenian, tarian, hingga tulisan,” Andra bertutur. 

Ia menambahkan, ketika diajak untuk membantu proyek ini, ia menyarankan Umar untuk membuat sebuah cetak biru bagi Tubaba. Dengan cetak biru, ia mengatakan, pembangunan yang dilakukan bisa tercatat dan dapat memberikan dampak bagi masyarakat sekitar.

Oleh sebab itu, ada tiga komponen yang tercakup dalam pembangunan di Tubaba, yaitu faktor pendatang, budaya dan spiritualitas, serta ekologi.  Selain itu, pembangunan di Tubaba juga berasal dari nilai yang sudah mengakar, baik yang berasal dari suku asli Tubaba maupun para transmigran. (E04)