Sampah plastik tidak dimungkiri sudah menjadi salah satu problem nyata yang dihadapi manusia saat ini. Alasannya, sifat plastik tidak mudah terurai, serta proses pengolahannya bisa menimbulkan racun dan bersifat karsinogenik.
Karena itu, sejumlah inisiatif untuk mengolah sampah plastik menjadi produk yang bernilai guna mulai bermunculan. Salah satunya Rebricks, yang mengolah sampah plastik menjadi paving block.
Rebricks digagas oleh Novita Tan, Ovy Sabrina, dan Arif Sanjaya sejak 2019. Novita sendiri dikenal sebagai ahli dalam bidang pemberdayaan masyarakat, dan Ovy bergelut dalam bisnis produksi paving block. Sementara Arif adalah dosen yang meneliti tentang material ramah lingkungan. Salah satu hasil penelitiannya, tentang pemanfaatan limbah kerang dara sebagai elemen pengganti sebagian semen dalam pembuatan beton.
Melalui Rebricks, tiga sekawan ini ingin menghadirkan solusi bagi permasalahan sampah plastik yang terjadi di Indonesia. Mereka mengolah sampah plastik menjadi bahan bangunan. Selain itu, Rebricks juga ingin membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya daur ulang sampah dan ikut menjadi bagian dari gerakan menjaga kelestarian Bumi dengan mengembangkan inovasi teknologi.
Meski Rebricks menggunakan bahan daur ulang, Ovy Sabrina dalam wawancara dengan CAST Foundation memastikan bahan bangunan yang dibuat tetap tahan lama, aman, dan bisa diandalkan. Ia mengatakan, proses pembuatan paving block dari hasil olahan sampah plastik ini juga tidak rumit.
“Prosesnya sederhana. Plastik tertolak dicacah, dicampur agregat kasar dan halus dengan komposisi tertentu, lalu dicetak,” tutur Ovy menjelaskan. Hanya memang, dalam prosesnya Rebricks masih menemui tantangan.
Ovy menuturkan, tantangan pertama yang dihadapi Rebricks adalah mendapatkan barang daur ulang dengan harga yang kompetitif. Tantangan lainnya adalah bagaimana mendaur ulang dengan bertanggung jawab, dan bisa menghasilkan produk dengan kualitas yang sebanding dengan produk konvensional.
“Selain itu, dari tes lab, memastikan produk Rebricks sebagai non-combustible (tidak mudah terbakar). Dengan demikian, kami harus mencoba terus, mencari tahu, dan meriset jika ada informasi yang kurang.” papar Ovy.
Dengan kondisi saat ini, Ovy mengatakan Rebricks cukup optimistis dengan potensi material alternatif di masa depan. Menurutnya, animo masyarakat dan pemerintah terhadap green building juga makin meningkat. Karena itu, Rebricks fokus untuk melakukan riset dan pengembangan agar dapat membuat material olahan dari sampah plastik yang lebih baik dan bertanggung jawab.
Menurut Ovy, mengikuti idealisme adalah hal yang sangat penting, terutama karena Rebricks bergerak di bidang lingkungan. Karenanya, ia berharap Rebricks tetap fokus pada sustainability (keberlanjutan) dalam operasional maupun proses yang mereka lakukan.
“Karena saat kita idealis dan memang menjalankan bisnis ini dengan niat dan tujuan yang kami percaya baik—yakni bersumbangsih mengurangi permasalahan sampah di Indonesia—pada praktiknya setiap hari kami selalu berusaha memperbaiki diri agar lebih sustainable dan lebih baik lagi,” pungkas Ovy. (E04)