Dewasa ini, globalisasi tidak dimungkiri sangat mendominasi kehidupan manusia. Akibatnya, beberapa hal yang eksis dan berkembang secara lokal dapat tertekan atau bahkan menghilang. Karena itu, menurut salah satu pendiri CAST Foundation, Ilham Akbar Habibie, perlu adanya keseimbangan antara globalisasi dengan lokalitas.
Di era globalisasi ini, ada beberapa negara yang menyatakan dirinya sebagai “the factory of the world”. Dalam sesi diskusi Re:birth of the Local yang diadakan CAST Foundation, Ilham memaparkan bahwa negara-negara tersebut memiliki pabrik-pabrik untuk membuat banyak dan beragam produk.
Dengan adanya globalisasi, menurut Ilham, kehadiran “the factory of the world” di suatu negara tertentu membuat banyak pabrik di negara lain kesulitan berkompetisi. Sebabnya, “pabrik sedunia” ini menawarkan produk yang lebih murah dan kualitasnya mungkin lebih baik. Sebagai konsekuensi, ada kekuatan dan ketahanan lokal sebuah negara yang berpotensi hilang.
Lebih lanjut Ilham menjelaskan hal itu dapat terjadi karena kita tunduk pada prinsip ekonomi, di mana ada tiga kriteria penting yang diperhatikan, yakni kecepatan, kualitas terbaik, dan biaya serendah mungkin.
Globalisasi dapat melemahkan ekonomi lokal—membuat ekonomi berhenti berkembang, bahkan mundur—jika tidak mampu bersaing. Kondisi ini terjadi di banyak negara.
Karena itu, kata Ilham, perlu adanya keseimbangan antara globalisasi dengan lokalitas, agar kesenjangan antara negara yang memiliki kemampuan dan inovasi dengan negara yang menjadi pasar tidak semakin besar.COV
“Di era globalisasi, memang perlu adanya kompetisi, tapi tentu perlu ada perimbangan. Jika lokal sama sekali tidak punya daya inovasi dan hanya menjadi pasar saja, ini menjadi masalah,” Ilham melanjutkan.
Globalisasi pula, yang menurut Ilham, memungkinkan virus seperti COVID-19 berkembang dengan sangat cepat, dari satu negara ke negara lain, bahkan antarbenua.
“Jadi, globalisasi ini juga datang dengan ancaman. Itu membuat kita sadar alangkah baiknya kita memperkuat lagi daya ekonomi, daya teknologi, dan daya inovasi lokal. Inilah yang saya maksud dengan rebirth, renaissance, atau repowering, re-energizing kekuatan lokal,” tutur Ilham.
Adanya pandemi COVID-19 memunculkan kesadaran bahwa suatu negara tidak bisa selalu bergantung pada global supply chain. Terlebih dalam kondisi krisis seperti saat ini, ada kemungkinan ego dari beberapa negara untuk tidak mengekspor produk mereka seluruhnya.
Hal ini tentu dapat berdampak pada negara lain yang masih mengimpor sejumlah barang untuk memenuhi kebutuhannya. Contohnya, Indonesia yang masih banyak mengimpor alat kesehatan.
Kendati demikian, bukan berarti lantas semuanya harus lokal. Ilham mengatakan, globalisasi tetap ada, tapi harus dicari keseimbangannya, karena saat ini sejumlah negara, termasuk Indonesia terlalu banyak bergantung pada ekonomi global.
“Marilah kita memperkuat diri dari segi ekonomi. Itu akan banyak konsekuensinya pada pendidikan, kesehatan, dan teknologi yang kita kembangkan secara lokal, tapi sekali lagi saya katakan, tidak semuanya harus lokal,” ujar Ilham, kembali menekankan pada keseimbangan globalisasi dan lokalitas. (E04)