Titik Temu
Jaringan 5G Berbahaya Buat Kesehatan, Benarkah? 
Editorial Cast | 12.13.2021

Jaringan 5G sudah di depan mata. Di Indonesia, operator telekomunikasi secara bertahap mulai memperluas ketersediaan jaringan generasi kelima ini. Di antara gegap gempita kedatangannya, ada yang menyoroti dampak negatifnya terhadap kesehatan. Apakah benar 5G berbahaya buat kesehatan?

5G adalah jaringan teknologi nirkabel terbaru. Jaringan ini digunakan untuk mengirimkan data antarperangkat, seperti ponsel, komputer, dan perangkat Bluetooth.

5G bekerja dengan menghasilkan jenis energi yang disebut radiasi elektromagnetik, dan menggunakan frekuensi yang lebih tinggi daripada jaringan nirkabel versi sebelumnya (4G), sehingga membuatnya lebih cepat dan lebih efisien.

Frekuensi elektromagnetik seperti yang dihasilkan oleh 5G, menciptakan area yang disebut electromagnetic field (EMF) atau medan elektromagnetik. Beberapa orang meyakini EMF memiliki efek kesehatan yang negatif. Karenanya, ada kekhawatiran bahwa 5G bisa memengaruhi kesehatan. 

Kekhawatiran sebabkan kanker 

Kekhawatiran terhadap perangkat yang memancarkan radiasi dari gelombang radio sebetulnya sudah jadi perdebatan sejak lama. Sebagai contoh, pernah disebutkan bahwa radiasi dari ponsel bisa menimbulkan kanker. Namun, beberapa studi tidak menemukan bukti yang kuat.

Terkait hal tersebut, pada tahun 2014, WHO pernah mengeluarkan pernyataan bahwa penggunaan perangkat ponsel tidak menyebabkan masalah kesehatan. Meski demikian, disebutkan juga bahwa radiasi gelombang radio sebagai “possibly carcinogenic“, karena ada bukti-bukti awal tapi belum cukup kuat untuk bisa disebut sebagai penyebab kanker pada manusia.

Gelombang radio adalah non-pengion

Peneliti kanker sekaligus fisikawan David Robert Grimes menyebutkan, pita gelombang radio yang digunakan untuk jaringan telepon seluler adalah non-pengion, yang berarti tidak memiliki cukup energi untuk memecah DNA dan menyebabkan kerusakan sel. 

Semakin tinggi spektrum elektromagnetik, jauh di luar frekuensi yang digunakan oleh ponsel, ada risiko kesehatan yang jelas dari paparan yang lama.

Sinar ultra-violet (UV) Matahari termasuk dalam kategori berbahaya ini, dan dapat menyebabkan kanker kulit. Karenanya, ada batasan yang ketat untuk paparan tingkat radiasi energi yang lebih tinggi seperti sinar-x medis dan sinar gamma, yang keduanya dapat menyebabkan efek merusak dalam tubuh manusia.

Grimes menyebut, sebetulnya kita setiap hari bisa terkena gelombang radio yang jauh lebih berbahaya dari sinar UV Matahari.

“Tidak ada bukti yang dapat dipercaya bahwa ponsel atau jaringan nirkabel menyebabkan masalah kesehatan. Bisa dipahami orang-orang khawatir, penasaran apakah mereka bisa terkena peningkatan risiko kanker. Tapi penting untuk diketahui bahwa energi gelombang radio jauh lebih sedikit daripada cahaya tampak yang kita hadapi setiap hari,” sebut Grimes.

Hoax 5G penyebab COVID-19

Sejak 5G dirilis, banyak klaim palsu terkait 5G bermunculan di media sosial. Contoh hoaks tersebut antara lain, vaksin COVID-19 mengandung microchip 5G, peluncuran 5G digunakan sebagai pengalihan isu pandemi COVID-19, hingga 5G menyebabkan sakit kepala. 

Bahkan, ada juga hoaks yang menyebutkan bahwa jaringan seluler 5G dikaitkan dengan SARS-CoV-2, virus Corona baru yang menyebabkan COVID-19. Menurut rumor, 5G menekan sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga meningkatkan risiko tertular SARS-CoV-2. 

Parahnya, banyak yang termakan hoaks ini hingga memunculkan huru-hara. Di Inggris, Kanada, dan Belanda, BTS atau menara telekomunikasi dibakar agar tidak menyebarkan virus Corona. 

Tentu saja klaim ini tidak benar. Tidak ada bukti bahwa EMF atau 5G memengaruhi risiko terkena infeksi virus. Hal ini memaksa Federal Emergency Management Agency (FEMA) dan Federal Communications Commission (FCC) menegaskan bahwa teknologi 5G tidak menyebabkan virus Corona baru.

Jika ingin memahami mengapa 5G tidak terkait dengan virus, kita harus memahami mengapa gelombang elektromagnetik 5G tidak memiliki daya yang cukup untuk merusak sel manusia dan menyebarkan virus. 

Mirip dengan jaringan 4G dan 3G sebelumnya, gelombang elektromagnetik yang digunakan dalam jaringan 5G memiliki radiasi non-pengion atau frekuensi rendah. Tidak seperti sumber radiasi pengion, gelombang elektromagnetik 5G berada di ujung spektrum yang lemah atau tidak berbahaya.

Oleh karena itu, gelombang elektromagnetik 5G tidak cukup untuk memanaskan sel manusia dan melemahkan sistem kekebalan. Simon Clarke, seorang profesor mikrobiologi seluler di University of Reading, mengatakan, isu bahwa jaringan 5G akan mempengaruhi sistem kekebalan manusia tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 

Selain itu, gelombang radio dan virus menyebar secara berbeda. Penularan virus Corona biasanya melalui batuk, bersin, dan droplet dari pasien. Satu-satunya virus yang dapat ditularkan melalui gelombang radio adalah virus komputer, bukan virus biologis. (E03)