Titik Temu
Indonesia Mulai Pakai Printer 3D untuk Bangun Rumah 
Editorial Cast | 08.01.2022

Di awal kemunculannya, 3D printing atau pencetakan tiga dimensi (3D) didedikasikan untuk proses manufaktur. Seiring berkembangnya teknologi 3D printing, penggunaannya pun makin luas. Di Indonesia, teknologi ini mulai dimanfaatkan untuk membangun rumah.

Awal tahun ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengumumkan penggunaan teknologi 3D printing untuk membangun rumah khusus. Hal ini dilakukan untuk mencapai efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebih baik, termasuk di bidang jasa konstruksi. 

“Pemanfaatan teknologi harus memberikan nilai tambah bagi pelaksanaan pembangunan infrastruktur, bukan sekadar ikut-ikutan atau mengikuti tren sesaat. Industri 4.0 hanya instrumen, justru di belakangnya harus ada sumber daya manusia (SDM) yang andal,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono seperti dikutip dari situs resmi Kementerian PUPR

Teknologi ini sebelumnya telah diuji-coba pada program rumah tapak di Yogyakarta. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, teknologi 3D printing dinilai sangat membantu dalam merealisasikan pembangunan perumahan, serta lebih efisien dalam hal waktu pengerjaan, juga biaya, dan tenaga kerja. 

Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR dalam penyelenggaraan program pembangunan infrastruktur tahun 2020-2024 pada sektor perumahan menargetkan pembangunan 51.340 unit rumah susun, 10.000 unit rumah khusus, 813.660 unit rumah swadaya, 262.345 unit PSU perumahan.

Pembangunan rumah menggunakan 3D printing, hemat waktu dan biaya 

Autoconz, startup yang membangun rumah tapak di Yogyakarta menggunakan printer 3D dan dilirik Kementerian PUPR, memanfaatkan alat robotik dan material maju sebagai konstruksi.

“Teknologi 3D printing biasa itu menggunakan plastik, kalau dalam teknologi 3D printing konstruksi, kita menggunakan bahan dari semen campuran dengan pasir dan juga air dan beberapa bahan adiktif,” ujar CEO Autoconz, Raja Rizqi Apriandy.

Teknologi 3D printing yang mereka gunakan untuk membangun rumah terdiri dari beberapa elemen, yakni elemen material, elemen mesin, elemen software, dan elemen teknik konstruksi. 

“Elemen mesin panjangnya 10 meter, lebarnya 10 meter dan tingginya 5 meter. Bisa membangun rumah hingga tipe 49 meter persegi dengan tinggi 5 meter. Mesin ini masih bisa diperluas dan diperlebar menjadi 20×20 meter sehingga rumah yang dibangun menjadi lebih luas,” jelasnya.

Raja mengklaim, teknologi yang ia ciptakan memiliki keunggulan dibanding dengan membangun rumah secara konvensional. Selain pengerjaan yang lebih cepat, biaya yang dikeluarkan juga lebih hemat. 

Contohnya, untuk membangun rumah tipe 36 secara konvensional dibutuhkan waktu antara 1,5-2 bulan. Sedangkan jika menggunakan teknologi 3D printing, waktu yang dibutuhkan maksimal hanya selama tiga pekan. Sementara dari segi biaya, ia mengklaim teknologi ini bisa memangkas biaya hingga 30%. 

Meski tak lagi menggunakan batu bata untuk dindingnya, teknologi 3D printing menurut Raja tidak akan menggantikan peran tukang. Sebaliknya, kemampuan tukang justru ditingkatkan karena yang biasanya menggunakan alat manual, kini memakai mesin otomatis.

Prediksi tren 3D printing di Indonesia

Pemanfaatan 3D printing untuk bidang konstruksi di Indonesia sudah diprediksi sejumlah penelitian sebelumnya. Salah satunya, dalam studi berjudul “Framework Prediksi Penggunaan 3D Printing di Indonesia pada Tahun 2030” yang dilakukan Herianto Ismianti dari Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. 

Dalam penelitiannya di tahun 2018, dia menyebutkan bahwa penggunaan 3D printing saat itu sudah mencakup berbagai bidang dan terus menerus berkembang. 

Penggunaan 3D printing di tahun itu, di antaranya mulai merambah untuk mould, part, tool, kesehatan (gigi dan organ), makanan, seni, prototype, pakaian, furniture, instrumen musik, mainan maupun mencetak 3D printer baru.

“Saat ini 3D printing banyak digunakan oleh UKM (Usaha Kecil dan Menengah) maupun individu. Harga 3D printing pun makin murah sehingga bisa semakin menjangkau berbagai kalangan,” ujarnya. 

Dari hasil studi literatur dan kuesioner, setidaknya didapat gambaran bahwa penggunaan 3D printing di Indonesia di tahun 2030 akan meliputi hal-hal berikut ini. Beberapa tren pemanfaatannya di antaranya saat ini pun sudah mulai terlihat:

1. Manufaktur: Penggunaan 3D printing untuk keperluan pembuatan peralatan di manufaktur, mass customization, rapid prototyping, rapid manufacturing, riset dan adanya marketplace 3D printing.

2. Kesehatan: Penggunaan 3D printing untuk bidang kesehatan seperti pembuatan organ tubuh, alat bantu kesehatan, maupun obat-obatan.

3. Industri: Penggunaan 3D printing untuk bidang industri seperti fashion, arsitektur, militer, otomotif, makanan, elektronik, dan mainan.

4. Sociocultural: Penggunaan 3D printing pada bidang kesenian, perhiasan, musik, peralatan rumah tangga, pendidikan, lingkungan dan budaya. 

Mengutip Irene J. Petrick dari Penn State University dalam bukunya “3D Printing Disrupts Manufacturing: How Economies of One Create New Rules of Competition“, teknologi ini diprediksi akan mengubah banyak hal dalam bisnis dan kehidupan sehari-hari. 

Melalui teknologi 3D printing, pengguna bisa membuat barang dengan desain sesuai dengan keinginan mereka. Tak hanya teknologi yang mengubah dari proses manufaktur konvensional, tetapi juga memungkinkan terbentuknya model bisnis baru, produk baru dan rantai pasokan baru. (E03)