Penerapan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) telah menyentuh banyak bidang, termasuk analisis pasar saham, pengenalan wajah dan suara, bahkan untuk keperluan kesehatan.
Di dunia kesehatan, pemanfaatan AI juga dilakukan oleh tim peneliti dari Max Delbrück Center for Molecular Medicine di Helmholtz Association. Tim dokter yang dipimpin oleh Dr. Altuna Akalin ini telah mengembangkan sebuah teknologi machine learning yang diberi nama Ikarus.
Teknologi tersebut dikembangkan untuk membedakan sel kanker dari sel sehat. Dalam pengembangannya, algoritma Ikarus mempelajari pola dalam beberapa jenis sel kanker yang umum, termasuk rangkaian gen tertentu yang belum terhubung dengan kanker sebelumnya.
Sebagai informasi, machine learning merupakan proses di mana sebuah algoritma belajar menjawab permasalahan secara mandiri dengan menggunakan data pelatihan yang sudah disediakan sebelumnya. Jadi, mesin ini akan mempelajari sejumlah informasi terlebih dulu, sebelum akhirnya digunakan untuk membantu manusia dalam memberikan solusi atas sebuah permasalahan.
Meski memiliki kemampuan pembelajaran yang tinggi, ada beberapa faktor yang mendukung keakuratan sebuah mesin untuk mengenali masalah. Dalam kasus Ikarus, data mengenai sifat molekuler sel individu tidak selalu tepat, karena setiap sel memiliki jumlah gen berbeda atau karena sampel tidak selalu diproses dengan cara yang sama.
Karena itu, dalam pengembangannya, tim dokter banyak melakukan penelitian dan penelusuran artikel, serta bertemu dengan sejumlah kelompok penelitian. Dari situ, para ilmuwan ini melatih sistem Ikarus dengan data dari sel kanker paru-paru dan kolorektal (usus dan rektum), sebelum menerapkannya dengan kumpulan data dari jenis-jenis kanker lainnya.
Fase pembelajaran ini sangat memakan waktu, karena mereka mencoba sekaligus menyempurnakan berbagai pendekatan untuk bisa mengenali sel kanker. Namun, waktu tersebut terbayar. Pengembangan Ikarus menunjukkan hasil positif untuk membedakan dengan tepat antara sel sehat dan sel ganas pada beberapa jenis kanker.
Menurut para peneliti ini, tingkat keberhasilan Ikarus terbilang luar biasa tinggi. Harapannya, dengan bantuan Ikarus, tahap identifikasi jenis sel yang sebelumnya menggunakan mikroskop dan memakan waktu bisa menjadi sepenuhnya otomatis di masa depan.
Tidak hanya itu, Akalin menyebut bahwa data yang dianalisis Ikarus bisa digunakan untuk menarik kesimpulan mengenai cakupan kanker. Dengan begitu, dokter kemungkinan bisa mengidentifikasi pilihan pengobatan yang lebih optimal bagi pasien kanker.
“Ikarus memungkinkan kami mengidentifikasi gen yang berpotensi menjadi pendorong kanker. Bahkan, bukan tidak mungkin, kecerdasan buatan ini bisa diterapkan dan efektif dalam pengembangan obat baru,” tutur Akalin.
Pengembangan kecerdasan buatan dalam diagnosa kanker memang sudah beberapa kali dilakukan. Salah satu sistem kecerdasan buatan yang banyak digunakan dalam dunia kedokteran adalah artificial neural network (klasifikasi jaringan syaraf tiruan) atau ANN.
ANN biasanya digunakan untuk mendiagnosis spesimen sitologi dan histologi yang dapat membantu para klinisi dalam menginterpretasi hasil rontgen, USG, CT, MRI, serta scan atau pemindaian radioisotop. Studi dari Janghel dkk juga menemukan bahwa metode Learning Vector Quantization, salah satu metode ANN, memiliki akurasi paling tinggi untuk mendiagnosa kanker payudara. (E04)