Web3 menjadi salah satu teknologi yang belakangan ini mendominasi percakapan dan perdebatan di ranah digital. Web3 adalah generasi terbaru internet yang merupakan evolusi dari Web 2.0.
Ketika berbicara tentang Web 3.0 atau Web3, kita mengacu pada versi internet yang terdesentralisasi, independen, dan–yang paling penting–terbebas dari cengkeraman Big Tech seperti Google, Microsoft, hingga Amazon.
Namun karena desentralisasi memainkan peran kunci dalam Web3, sangat sulit untuk mencapainya tanpa mengorbankan sejumlah keamanan atau skalabilitas. Inilah tantangan era Web3. Ketika pengguna mengontrol informasi mereka sendiri tanpa pihak ketiga yang bertindak sebagai semacam penengah dan lembaga yang memastikan keamanan transaksi, banyak risiko dapat muncul.
Di sisi lain, manfaat Web3 begitu memikat. Layanan internet terbaru ini menawarkan transparansi lengkap berkat sifatnya yang open source. Web3 juga menawarkan bentuk komunikasi baru menggunakan metaverse.
Sama seperti versi web sebelumnya, Web3 menghadapi tantangan mendasar yang harus diatasi. Masalah-masalah ini berkisar dari soal keamanan hingga tanggung jawab hukum. Setidaknya ada lima tantangan utama Web3 seperti diuraikan di bawah ini.
1. Keamanan
Karena teknologi blockchain tidak dapat dipercaya secara default, Web3 tetap rentan terhadap jenis serangan tertentu mulai dari hard fork, DDoS, pembajakan DNS, hingga bot sniping.
Penipuan biasa, termasuk iklan tertarget, juga dapat bekerja di lingkungan baru ini. Risiko keamanan ini umumnya bergantung pada faktor manusia, tetapi serangan peretas yang ditargetkan juga dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar.
2. Kompleksitas pengembangan
Aplikasi Web3, yaitu Aplikasi Terdesentralisasi atau DApps, secara inheren bersifat sangat kompleks karena pendekatan konsensus. Mereka sering membutuhkan pengetahuan tentang bahasa pemrograman baru, kerangka kerja tambahan, dan pemahaman mendalam tentang logika di balik setiap kontrak.
Satu bug dalam kode dapat menyebabkan hilangnya jutaan dolar dalam cryptocurrency. Selain itu, ketika mengandalkan blockchain tertentu, seseorang bisa lambat dalam mengadaptasi fitur baru.
Alat atau tools pihak ketiga yang digunakan untuk mengembangkan solusi juga bisa menimbulkan kelemahan. Pengujian, debugging, dan audit membutuhkan waktu dan sumber daya, yang juga dapat memperpanjang waktu pengembangan aplikasi.
3. Skalabilitas
Tantangan terkait elemen skalabilitas menjadi semakin jelas setelah aplikasi besar berbasis blockchain mendapatkan popularitasnya. Peningkatan pesat jumlah pengguna menyebabkan peningkatan biaya transaksi, membuat aplikasi menjadi mahal untuk dipakai.
Solusinya bisa berupa pengenalan dua lapisan blockchain yang membongkar elemen transaksi. Namun, jika penerapannya kurang berhati-hati, maka dapat membahayakan komponen desentralisasi.
4. Ketergantungan pada kripto
Aset kripto dan token sangat penting di dunia Web3. Keduanya mewakili bentuk pembayaran atau penyimpanan nilai di blockchain. Jika terjadi kegagalan, maka dapat menyebabkan kegagalan seluruh ekosistem. Kerapuhan aset kripto adalah tantangan Web3 secara umum.
5. Bergantung pada Web2
Masalah lain dengan Web3 adalah bahwa seluruh pemrosesan bergantung pada infrastruktur Web2. Sebagian besar aplikasi Web3 tidak akan tersedia jika penyedia infrastruktur seperti Google atau Amazon Web mati, misalnya.
Banyak aplikasi terdesentralisasi juga didukung oleh perusahaan modal ventura, yang mengumpulkan banyak token dan dengan demikian mengontrol proses pengambilan keputusan jaringan.
Kemampuan untuk mengatasi tantangan yang disebutkan di atas akan menentukan masa depan Web3. Masih banyak pekerjaan inovatif yang harus dilakukan untuk mewujudkan ide Web3 yang terdesentralisasi. Selain itu, sangat penting untuk mengawasi kemajuan Web3 karena ini akan menjadi masa depan kita. (E03)