Titik Temu
Deretan Material Alternatif Pengganti Kulit Hewan untuk Pakaian, Apa Saja?
Editorial Cast | 05.24.2022

Pemanfaatan material alternatif sebagai bahan sandang telah dikembangkan sejak beberapa tahun terakhir. Tidak hanya di dunia, sejumlah brand dan desainer asal Indonesia sudah menumbuhkan kesadaran untuk memanfaatkan material alternatif sebagai bahan sandang di produk-produknya. 

Ada yang memanfaatkan limbah industri perikanan, ada pula yang memanfaatkan sumber-sumber alami, bahkan ada pula memanfaatkannya dari jamur. Meski dibuat dari bahan yang berbeda-beda, seluruh material alternatif itu dikembangkan untuk satu tujuan yang sama, yakni mendorong gaya hidup yang lebih baik, terutama soal keberlangsungan lingkungan. 

Alasannya antara lain, karena sejumlah material yang diproduksi untuk kebutuhan sandang dan aksesoris saat ini ternyata memicu permasalahan lingkungan. Karenanya, pengembangan material alternatif diharapkan bisa mengurangi permasalahan tersebut. 

Nah, berikut ini beberapa material alternatif yang telah dikembangkan oleh sejumlah brand dan desainer di ranah global, termasuk di Indonesia. Material yang mereka kembangkan tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga mampu mendukung gaya hidup penggunanya. Tanpa berlama-lama, berikut ini daftar lengkapnya.

1. Material dari kulit ikan sebagai pengganti kulit sapi

Seorang desainer asal Brasil, Oskar Metsavaht, telah mengembangkan bahan tekstil yang berasal dari sumber alternatif. Dalam hal ini, ia memanfaatkan kulit ikan pirarucu yang kerap ditemukan di sungai dan danau Amazon. 

Ia mengubah kulit ikan tersebut menjadi bahan pakaian dan aksesoris fashion dengan tekstur bersisik. Pemanfaatan kulit ikan ini merupakan upaya penerapan sistem berkelanjutan, sekaligus menjadi alternatif kulit sapi tradisional yang tidak ramah lingkungan. 

Sebagai informasi, peternakan sapi merupakan salah satu penyebab terbesar deforestasi di hutan hujan Amazon. Oleh sebab itu, pemanfaatan kulit ikan sebagai material alternatif bahan tekstil diharapkan bisa mengurangi deforestasi yang terjadi. 

Terlebih, ikan piracuru merupakan makanan yang umum dikonsumsi masyarakat Brasil sejak berabad-abad, tapi biasanya kulitnya dibuang begitu saja. Dari situ, Oskar terinspirasi untuk memanfaatkan kulit ikan yang terbuang untuk diolah menjadi serangkaian pakaian siap pakai, seperti jaket dan aksesoris seperti tas tangan. 

Konsep yang ditawarkan oleh Oskar melalui produknya adalah kemewahan baru dengan menyatukan estetika dan etika. Tidak hanya lebih ramah lingkungan, kulit ikan piracuru lebih kuat dibandingkan kulit sapi, meskipun lebih tipis dan lembut. 

Di Indonesia sendiri, pemanfaatan kulit ikan menjadi produk fashion sudah dilakukan. Salah satunya oleh pelaku bisnis asal Bali bernama Nyoman Adi Arnaya. Pemilik bisnis bernama Yeh Pasih Leather itu sudah mengembangkan kulit ikan untuk produk siap pakai. 

Beberapa di antaranya adalah sepatu, tas, dan produk lainnya. Menurut Nyoman, ia memanfaatkan kulit limbah beberapa jenis ikan, seperti barramundi, kakap putih, kakap merah, serta mahi-mahi. Indonesia disebut sangat berpotensi karena bahan bakunya kebanyakan berasal dari industri ikan filet Tanah Air. 

2. Kulit vegan bernama Lino Leather

Alternatif material kulit sapi yang juga dikembangkan oleh desainer dunia lainnya adalah Lino Leather. Material ini dikembangkan oleh seorang desainer bernama Don Kwaning.

Ia mengembangkan kulit alternatif dari material bernama linoleum atau yang dikenal dengan nama lino, sehingga produk ini disebut sebagai Lino Leather. Material tersebut kerap dipakai sebagai pelapis lantai yang memiliki harga terjangkau dan memiliki daya tahan yang baik. 

Don mengembangkan dua jenis Lino Leather. Pertama, varian yang lebih tebal dan meniru kulit rumen atau yang biasanya terbuat dari perut sapi. Ia memanfaatkan jenis ini membuat panel dinding yang memiliki sifat peredam akustik. 

Sementara varian kedua lebih mirip dengan kulit sadel, bahan yang lebih lebih lembut dan umum digunakan untuk keperluan produk komersial. Menariknya, bahan yang dikembangkan ini memiliki dua sisi, sehingga masing-masing bagiannya memiliki hasil akhir yang sama. 

Warna Lino Leather pun terbilang mirip dengan material kulit sapi dan terlihat alami. Menurut Don, warna tersebut berasal dari tepung kayu sebagai salah satu komponen Lino Leather. 

Pemanfaatan kulit vegan sebagai pengganti kulit sapi juga banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satunya dibuat oleh fashion brand  asal Tanah Air yang diberi nama GINSOO. Sesuai namanya, brand ini mengusung gaya ala Korea Selatan. 

GINSOO mengembangkan sebuah material yang diberi nama LabLeather. Material mirip kulit ini dibuat dari olahan plastik daur ulang yang dikombinasikan dengan eter. Dengan proses tersebut, material ini terbilang kokoh dan tidak mudah berubah warna atau bentuk, sehingga lebih kuat dan tahan lama ketimbang material dari kulit hewan.

3. Bahan tekstil dari tanaman

Selain material kulit, sejumlah brand dan desainer juga memanfaatkan bahan yang berasal dari tumbuhan untuk membuat pakaian. Di Indonesia, beberapa brand sudah mulai menggunakan material dari tumbuhan menjadi bahan pakaian atau menjadi pewarna. 

Salah satu brand yang dikenal mengembangkan material dari tumbuhan untuk menciptakan pakaian adalah Osem. Brand asal Jakarta ini mengembangkan produk yang memanfaatkan kain dari serat alami, seperti katun, linen, dan rami. 

Selain itu, brand ini menggunakan warna biru yang berasal dari pewarna alami yakni tumbuhan Indigofera Tinctoria. Sebagai upaya untuk mengurangi limbah, Osem juga tidak menggunakan resleting dan kancing berbahan plastik, sehingga jika produk tersebut dibuang dapat terurai secara alami oleh lama. 

Tidak hanya Osem, brand lain juga mengembangkan produk serupa adalah Cinta Bumi Artisan. Brand yang berbasis di Bali ini mengembangkan kain yang berasal dari material kulit kayu pohon hohawa yang tumbuh di Lembah Bada, Sulawesi Tengah. 

Brand yang dikembang oleh Novieta Tourisia ini turut memanfaatkan kain yang berasal dari serat alami dan dihasilkan melalui proses yang etis. Sama seperti Osem, brand ini juga menggunakan sistem pewarnaan pakaian yang alami. 

4. Kulit dari Jamur

Material alternatif lain yang juga kerap dijadikan sebagai pengganti kulit dari hewan adalah jamur. Pengembangan jamur sebagai pengganti kulit hewan telah dikembangkan di sejumlah negara, termasuk di Indonesia. 

Mycotech Lab sebagai perusahaan rintisan yang mengembangkan jamur sebagai material alternatif berhasil membuat material mirip kulit yang diberi nama Mylea. Material ini bisa dimanfaatkan untuk sepatu, dompet, tas, hingga tali jam tangan. 

Mycotech Lab menggunakan jamur mycelium sebagai material komposit yang dipadukan dengan produk sampingan dari wanatani atau agroforestry. Meski terbuat dari jamur, karakteristirik material ini tetap mirip kulit yang berasal dari hewan. 

Dalam pengembangan produk yang berasal dari Mylea, Mycotech Lab berkolaborasi dengan brand lokal lain, seperti Brodo untuk membuat sepatu. Terbaru, Mycotech Lab juga bekerja sama dengan Hijack Sandals untuk membuat sandal dengan berbahan Mylea, lalu bersama APAKABAR membuat aksesoris dari kulit. (E04)