Tren fabrikasi digital dan makers telah berkembang sejak lama, baik yang dilakukan secara pribadi maupun yang berkumpul dalam sebuah kelompok. Bagi Anda yang belum mengenalnya, tradisi makers bisa dikatakan sebuah gerakan yang berangkat dari sikap DIY (do it yourself) yang digabungkan dengan inovasi berbasis teknologi.
Biasanya, para makers mengembangkan produknya sebagai solusi untuk permasalahan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya, para makers ini identik dengan sikap inovatif, kreatif, memiliki kemampuan problem solving, dan berpikir kritis.
Para makers biasanya menggabungkan beberapa disiplin ilmu, mulai dari teknologi digital, termasuk keahlian lain, seperti desain dan produksi. Banyak dari mereka juga melakukan kolaborasi untuk menghasilkan sejumlah produk.
Saat ini, gerakan makers sudah banyak bermunculan di sejumlah negara. Pandemi COVID-19 pun disebut ikut mendorong makin menjamurnya gerakan makers untuk membantu mengatasi sejumlah persoalan yang dialami masyarakat setempat melalui komunitas.
Nah, untuk lebih memahami dan mengenal peran makers yang berdampak bagi masyarakat, kami akan membagikan sejumlah kisah mereka. Para makers kenamaan di bawah ini memiliki kisah yang menarik. Mereka berasal dari bidang yang berbeda, tapi tetap mengusung semangat inovasi dan DIY.
Jimmy Diresta merupakan maker asal Amerika Serikat dan menjadi salah satu yang cukup populer. Ia memiliki kanal YouTube sendiri, bahkan memandu acara TV yang menampilkan aktivitas dirinya dalam membangun sesuatu.
Menurut Jimmy, inspirasinya menjadi seorang maker datang dari sang ayah. Sejak kecil, ia terbiasa bereksperimen dengan material dan peralatan milik ayahnya. Dari situ, ia belajar untuk memakai peralatan dan mengembangkan banyak hal.
Jimmy banyak bereksperimen menggunakan bahan metal, kayu, dan plastik. Selain itu, ia mengaku juga senang belajar arsitektur, karena menurutnya, ia bebas menuangkan beragam ide untuk menyelesaikan masalah.
Yang menarik, ia tidak membangun produknya dari bahan-bahan baru, tapi terbiasa mencari inspirasi dari sampah dan barang loak–mirip dengan yang dilakukan oleh sang ayah.
“Saya biasa datang ke pasar loak untuk melihat-lihat dan mencari inspirasi apa yang saya bisa bangun dari sana. Ide ini merupakan kebiasaan ayah saya. Biasanya, ayah saya akan melihat barang rongsokan dan berpikir bisa membuat sesuatu dari situ,” tuturnya.
Maker Camp merupakan sebuah program yang disponsori oleh majalah MAKE. Program ini semacam kemah musim panas yang fokus pada pemanfaatan sains, teknologi, teknik rekayasa, seni dan matematika untuk mengembangkan inovasi sekaligus solusi bagi sejumlah persoalan.
Program ini ditujukan bagi para siswa sekolah yang diharapkan bisa menjadi maker di masa depan. Maker Camp memperkenalkan sejumlah proyek menarik untuk tiap tahun ajaran, sekaligus mengajarkan para siswa cara yang menyenangkan dalam membuat sesuatu bersama dengan Chronos Academy.
President Make Magazine Dale Dougherty menyebut, anak-anak yang ikut dalam program ini merupakan mereka yang selalu ingin tahu, suka mengotak-atik, penjelajah, dan mau menghabiskan waktu berjam-jam untuk menyelami aktivitas tersebut.
Menurut Dale, para makers sebenarnya sudah ada dan muncul di masyarakat. Karenanya, mereka perlu digandeng dan dikumpulkan, termasuk diorganisir agar gerakan makers semakin kuat. Untuk itu, Make Magazine sudah sejak lama menggelar program Maker Faire yang mempertemukan para makers di Amerika Serikat.
Andrew Huang dikenal sebagai seorang hardware hacker. Ia dikenal kerap mengotak-atik hardware, lalu melakukan reverse engineering terhadap sebuah produk. Dia akui, ketertarikannya itu sudah ada sejak dulu.
“Saat saya melihat sesuatu. Saya biasanya ingin tahu bagaimana sebuah perangkat itu bekerja. Apa yang ada di dalamnya. Apa yang membuatnya berdetak?” tutur Andrew ketika menceritakan asal usul dirinya yang kerap membongkar perangkat elektronik.
Sosok Andrew sempat menjadi sorotan, karena mendapat gugatan hukum dari Microsoft. Ketika itu pada sekitar tahun 2002, ia sedang menempuh studi doktoralnya di MIT dan di waktu yang sama Microsoft baru saja meluncurkan konsol besutannya, yakni Xbox.
Berawal dari rasa penasaran, ia pun membongkar Xbox tersebut sebagai salah satu bagian dari studi doktoralnya. Lalu di 2003, aktivitas tersebut pun dipublikasikan dengan judul Hacking the Xbox: An Introduction to Reverse Engineering.
Sayangnya, setelah buku tersebut dipublikasikan, ia ternyata mendapat tekanan hukum dari Microsoft untuk tidak mengungkapkan rincian aktivitas dan eksploitasi yang dilakukannya pada Xbox. Perlu diketahui, publikasi Andrew tersebut menjadi karya reverse engineering pertama yang dilakukan pada produk konsumen kelas atas.
Kate disebut menjadi salah satu maker muda yang berpotensi. Awalnya, ia sempat drop out dari SMA, tapi akhirnya bergabung menjadi angkatan pertama dalam sekolah startup dari MIT yang dikenal dengan nama NuVu Studio.
Kebanyakan pembelajaran di sekolah tersebut berbasis proyek. Jadi, anak-anak di sekolah itu tidak mempelajari matematika dan sains secara langsung, melainkan diberi sebuah masalah nyata dan harus memberikan solusi untuk menyelesaikannya.
Salah satu inovasi yang membuat Kate populer adalah adalah tuas yang membantu pengguna kursi roda untuk lebih mudah beraktivitas. Tuas ini membantu mereka untuk mengoperasikan kursi roda layaknya sedang mendayung, alih-alih mendorong rodanya secara langsung.
Inovasi ini membuat Kate diundang ke White House Science Fair dan menunjukkan inovasinya secara langsung ke Presiden AS saat itu, yakni Barack Obama. Untuk memperluas cakupan inovasi ini, ia pun membuat proyeknya menjadi proyek open source, sehingga semua orang bisa mengunduh dan mencetaknya secara mandiri lewat printer 3D.
Indonesia pun memiliki banyak makers yang tersebar di Nusantara. Beberapa nama di antara mereka adalah Duwi Arsana, serta tiga remaja Bali Dean Putra, Dillan dan Dhio. Keempat makers tersebut ikut serta dalam dalam rangkaian workshop TRANSFORMAKING: Roadshow Bali FAB Fest 2022 bertajuk “The Power of Technology” yang diselenggarakan CAST Foundation bersama Meaningful Design Group sebagai bagian dari acara untuk menyambut Bali FAB Fest 2022.
Namun jauh sebelum itu gerakan makers sudah ada di Indonesia. Di awal pandemi COVID-19 yang terjadi di tahun 2020 pun, banyak komunitas dan para makers dari Indonesia pun menyingsingkan lengan baju mereka dan bekerja sama memproduksi berbagai perlengkapan yang dibutuhkan, seperti masker pakai-ulang dan face shield untuk disumbangkan kepada yang membutuhkan.
CAST Foundation yang masih merupakan organisasi baru saat itu berinisiatif mengumpulkan dan menghubungkan data dari individu, warga dan komunitas, makers, serta institusi akademis untuk bersama merespons pandemi global. Untuk ini, CAST berkolaborasi dengan Ke:kini Ruang Bersama dan didukung oleh The Habibie Center, CAST menginisiasi lahirnya CAST Tanggap COVID-19. (E04)
Andrew “Bunnie” Huang, Andrew Huang, CAST Foundation, CAST Tanggap COVID-19, Dale Dougherty, Dean Putra, Dhio, Dillan, Duwi Arsana, Hacking the Xbox: An Introduction to Reverse Engineering, hardware hacker, Jimmy Diresta, Kate Reed, Ke:kini Ruang Bersama, Make Magazine, Maker Camp, NuVu Studio, The Habibie Center, The Power of Technology, TRANSFORMAKING: Roadshow Bali FAB Fest 2022, White House Science Fair,