Titik Temu
Dampak Pandemi COVID-19 pada Praktik Keberlanjutan Industri Pertanian, Seperti Apa?
Editorial Cast | 04.26.2022

Dampak pandemi COVID-19 yang telah berlangsung lebih dari 2 tahun di Indonesia, dirasakan oleh semua sektor, termasuk  sektor industri dalam upayanya mengimplementasikan tata kelola bisnis berkelanjutan. Hal itu diakui oleh Southeast Asia Sustainability Director Mondelez International, Andi Sitti Asmayanti, dalam webinar Indonesia Data and Economic (IDE) Conference Katadata 2022 yang bertajuk “Best Practices in Sustainability Commodity Journey to a Sustainable Future: Lesson and Opportunities”

Menurut Sitti, pandemi berdampak cukup besar bagi upaya perusahaan makanan dan minuman seperti Mondelez International dalam melaksanakan program keberlanjutannya. Contohnya dapat dilihat pada program Cocoa Life, inisiatif perusahaan untuk membuat produk berkelanjutan sekaligus membina dan mensejahterakan petani, termasuk merangkul komunitas di sekitar lahan. 

“Kita berbicara di level petani di mana kebunnya sekitar 1-10 hektar. Sejak COVID-19, dengan adanya protokol di mana mereka tidak boleh berkumpul di kebun, tentu akan ada dampak-dampak itu,” tuturnya. 

Karena dampak pandemi tersebut, perusahaan mengubah pendekatan pada petani dan mengalokasikan dana relokasi sebesar USD400 ribu untuk menjalankan program COVID Response di tingkat petani. Di sisi lain, pandemi juga diakui menjadi momentum bagi perusahaan untuk melakukan transformasi digital. 

“Jika sebelumnya kami banyak travel ke lapangan, kini kami berpindah pada monitoring digital, drone monitoring, dan juga meeting dengan masyarakat dan petani dilakukan melalui Zoom dan WhatsApp,” ujar Sitti. 

Transformasi di sektor pertanian

Berhadapan dengan pandemi, kata Sitti, perusahaan dituntut untuk menciptakan perubahan yang sistematis dan berkelanjutan, agar tetap dapat memimpin transformasi di sektor pertanian, khususnya komoditas kakao dan gandum. 

“Kami juga berkontribusi dalam mendorong perubahan yang dibutuhkan dunia. Khususnya, mencari solusi dari dampak perubahan iklim dan sampah kemasan. Karena itu, secara publik perusahaan telah mengumumkan komitmen sampai tahun 2025, untuk sektor pertanian dan lingkungan kami,” jelasnya. 

Ia mencontohkan, selain Cocoa Life, perusahaan juga memiliki program harmoni yang merupakan penerapan sistem keberlanjutan untuk gandum. Program yang berfokus di Eropa dan negara-negara lainnya ini mendukung keberlanjutan gandum sebagai bahan baku biskuit yang ada di wilayah tersebut. 

Perlu aturan jelas

Sementara Senior Advisor Sustainibility Sinar Mas Agribusiness and Food, Agus Purnomo, menuturkan implementasi tata kelola keberlanjutan harus memiliki aturan yang jelas. Dalam hal ini, ia mengaku perusahaanya sudah mencakup banyak hal, seperti pengelolaan lingkungan, keberperanan sosial, komunikasi, lingkungan kerja dan industri, termasuk hubungan dengan karyawan dan rantai pasok. 

Menurut Agus, pihaknya selalu berupaya menelusuri bahan yang dibeli dari pemasok ketiga sampai tingkat kebun atau pohon. Hal ini dilakukan untuk mengetahui siapa pemilik pabrik hingga aktivitas atau cara kerja mereka dalam menghasilkan produk-produknya.

Ia menuturkan, pada tahun lalu Sinar Mas Agri sudah bisa mencapai 95% penelusuran pada pemasok ketiga. Sebelumnya pada Desember 2015, perusahaan juga sudah bisa memetakan seluruh pabrik minyak kelapa sawit yang dibeli. 

Sebagai upaya keberlanjutan, Agus menuturkan, Sinar Mas Agri tidak hanya menjaga kawasan hutan yang ada di dalam konsensi kebun sawit Sinar Mas Agri. Namun, juga mengajak masyarakat di sekitar lokasi lahan konsensi memiliki kebun. 

Selain itu, mereka juga mengajak pemasok produknya mempunyai kebun sawit. Jadi, buahnya akan diolah oleh pabrik kelapa sawit, sedangkan minyaknya dibeli untuk turut serta menjaga hutan yang ada di tempat mereka. 

Sinar Mas Agri turut melakukan konservasi di daerah konsensi dengan luas 78 ribu hektar. Menurutnya, cara-cara ini dilakukan sebagai contoh penerapan dan keberlanjutan dalam konteks rantai pasok sekaligus menjaga hutan. (E04)