Titik Temu
China Kembangkan Matahari Buatan, Apa Dampaknya untuk Masa Depan? 
Editorial Cast | 11.30.2021

Ada kabar mengejutkan! China berhasil mengembangkan Matahari buatan. Tapi, tunggu dulu! Matahari yang dimaksud berbeda dari bintang Tata Surya, melainkan sebuah reaktor fusi nuklir yang menghasilkan suhu panas luar biasa, bahkan melebihi panas dari inti Matahari. 

Saat pertama kali diuji coba pada 2020, reaktor bernama Tokamak HL-2M ini dilaporkan mampu menghasilkan panas hingga 150 juta derajat Celsius. China mengklaim, suhu tersebut 10 kali lebih panas dari yang dihasilkan inti Matahari. 

Menurut para peneliti, reaktor ini memang dirancang untuk meniru proses fusi nuklir yang ada di Matahari dan bintang-bintang. Dengan meniru proses fusi nuklir tersebut, para peneliti berharap perangkat ini dapat membuka sumber energi bersih yang sangat besar. 

Selain Tokamak HL-2M, China juga kembali mencetak rekor dengan reaktor Experimental Advanced Superconducting Tokamak (EAST). Reaktor ini mampu menghasilkan panas hingga 120 juta derajat Celsius selama 101 detik dan 160 juta derajat celciuc selama 20 detik, ini menjadi lompatan besar dalam uji coba reaktor fusi. 

Bantu kembangkan energi bersih

Energi yang dihasilkan dari fusi nuklir dipercaya bisa diandalkan dan bersih, karena minim limbah dan tanpa emisi, sehingga lebih ramah lingkungan. Berbeda dari energi karbon yang masih diandalkan saat ini, yang ikut menghasilkan polusi.  

Karena itu, Direktur China Center for Energy Economics Research di Xiamen University, Lin Boqiang menuturkan, jika teknologi ini bisa diterapkan secara komersial, makan bisa memberikan dampak ekonomi yang sangat besar. 

Adapun salah satu pemanfaatan energi nuklir yang paling terasa adalah untuk kebutuhan listrik. Jadi, dengan pemanfaatan energi nuklir, manusia bisa menghasilkan daya listrik yang bebas karbon dengan jumlah yang hampir tidak terbatas. 

Dalam pengembangan

Meski menjanjikan, Matahari buatan China ini masih dalam tahap eksperimen dan pengembangan. Menurut Lin, dibutuhkan waktu setidaknya 30 tahun agar teknologi ini bisa mulai diterapkan.

“Ini lebih seperti teknologi masa depan yang sangat penting sebagai dorongan untuk green development di China,” tuturnya. Salah satu yang menjadi perhatian para ilmuwan adalah bagaimana cara untuk menjaga panas reaktor ini selama mungkin. 

Untuk diketahui, EAST merupakan bagian dari fasilitas International Thermonuclear Experimental Reactor (ITER), sebuah proyek sains besar global kedua setelah International Space Station. Proyek ini dibangun bersama oleh China, Uni Eropa, India, Jepang, Korea Selatan, Rusia, dan Amerika Serikat. 

EAST telah beroperasi sejak 2006, dan selama ini telah mencatat beberapa rekor durasi panas. Matahari buatan ini merupakan penelitian nuklir terbesar dan tercanggih di dunia saat ini. (E04)