Kerajinan dari bambu selama ini dipandang sebelah mata. Tiga sekawan yang di kemudian hari mendirikan Studio Dapur, tergerak menyulap bermacam perabot bambu jadi barang premium kekinian dan ramah lingkungan.
Mega Puspita, bersama dua orang temannya, Alain Bunjamin dan Maulana Fariduddin, awalnya melakukan riset untuk tugas kuliah desain produk mengenai kerajinan bambu.
“Melihat aktivitas kriya bambu, saya jadi sadar bahwa kriya bambu punya peranan yang vital buat kelestarian desa, menjaga kebudayaan sekaligus memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Saya, Alain, dan Maulana melihat ini sebagai potensi desa dan juga aktivitas budaya desa yang sebaiknya lestari dan berkembang dengan perkembangan zaman,” kenang Mega.
Bertemu langsung dengan para perajin bambu di desa Padakembang, Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat, mereka melihat fakta di lapangan bahwa kualitas kerajinan bambu masih tergolong standar dan dihargai murah. Hal ini membuat para perajin kesulitan meningkatkan kesejahteraannya.
“Kriya bambu sulit berkembang karena sistem penjualannya tidak memungkinkan perajin memiliki penghasilan yang baik. Kami berupaya memberikan salah satu solusi untuk menjaga dan mengembangkan aktivitas kriya bambu dengan memberikan added value berupa desain yang relevan untuk masa kini. Dari situ kami sepakat untuk membangun sebuah bisnis di bidang kriya bambu,” sebut Mega.
Tiga orang yang sama-sama berlatar belakang desain produk ini, akhirnya memutuskan untuk mendirikan Studio Dapur pada Desember 2016.
Perjalanan mereka untuk membuat bambu naik kelas bukan tanpa hambatan. Di masyarakat, produk bambu identik sebagai material murah. Ini menjadi kendala sendiri dalam hal pemasaran, karena produk mereka hadir dengan harga premium berkat kualitasnya yang tinggi.
“Di tahun-tahun awal juga sampai saat ini, kami perlu mengedukasi konsumen mengenai kualitas produk bambu serta pentingnya ‘nilai’ produk bambu Studio Dapur bagi para perajin di desa,” jelas Mega.
Diakuinya, tak mudah bagi Studio Dapur mengedukasi pasar lokal bahwa harga, proses, kualitas dan dampak yang dihasilkan dalam produk mereka sangat sebanding.
Banyak yang masih belum mengerti mengapa produk handmade memiliki harga yang lebih tinggi karena di dalamnya ada proses panjang, artisan yang dihargai secara layak, pemilihan material dengan kualitas terbaik, dan lain-lain.
Meski ada banyak produk perlengkapan dapur dari bahan bambu, mereka menjamin produk Studio Dapur jauh lebih unggul karena menggunakan bambu berkualitas tinggi, serta tentunya dikerjakan dengan teliti dan sepenuh hati.
Mega bercerita, proses pembuatan produk Studio Dapur dimulai dari bambu yang ditebang dari kaki Gunung Galunggung, diantarkan ke workshop. Setelah itu bahan bambu dipotong sesuai kebutuhan. Setiap langkah produksinya, dilakukan penjemuran bambu agar menghilangkan semua kadar air dalam bambu.
“Kami juga melakukan treatment pengawetan dengan bahan alami agar bahan bambu tahan jamur dan serangga. Lalu bahan dibentuk oleh artisan laki-laki sementara artisan perempuan melakukan penganyaman produk. Setelah produk selesai dibentuk dan di-assembly, produk di-finishing menggunakan waterbased coat. Setelah itu dijemur dan di-packing,” urainya.
Proses pembuatan anyaman di Studio Dapur bisa memakan waktu paling sedikit dua minggu. Untuk proses serut saja, mereka melakukannya sebanyak tiga kali sampai benar-benar halus. Studio Dapur juga tidak menggunakan varnish, karena bahan ini beracun serta berbahaya untuk makanan dan tidak ramah lingkungan.
Mega juga sambil mengedukasi warga setempat yang biasanya bekerja masing-masing dari rumah dan serabutan, agar bekerja bersama-sama sebagai tim serta membuat industri anyaman bambu bisa berjalan lebih sistematis.
Cerita tentang proses dan para artisan di balik produk Studio Dapur menjadi nilai tambah menarik yang mereka coba sisipkan. Hal ini agar konsumen paham bagaimana produk dibuat, dan bahwa harga yang konsumen bayarkan sangat sepadan. Perlahan, Studio Dapur pun menemukan konsumen mereka.
“Saya merasakan perkembangan perilaku masyarakat kini makin menghargai produk lokal dengan kualitas sangat baik. Terbukti juga dengan banyaknya brand handmade dengan kualitas yang baik. Walaupun tentu masih banyak juga yang belum begitu, yang bisa kami lakukan adalah mengedukasi prosesnya dan juga menargetkan pada pasar yang memang sesuai daya belinya,” kata Mega.
Pantang menyerah memasarkan produk, Mega dan timnya rajin keluar masuk berbagai ajang pameran. Nah, di sinilah Studio Dapur menemukan konsumen asing. Berbagai pameran yang diikuti membuka jalan Studio Dapur bertemu dengan pembeli dari luar negeri.
Tak disangka, rupanya banyak yang suka dengan produknya sehingga sekarang Studio Dapur sudah bisa ekspor ke beberapa negara seperti Australia, Korea, Jepang, dan Amerika.
Studio Dapur juga pernah mengikuti berbagai pameran internasional seperti New York Now 2019, Design Talents Ambiete di Jerman 2019, dan Next Talents Ambiete Jerman 2020.
Upaya Studio Dapur dalam meningkatkan nilai jual kerajinan bambu dan kesejahteraan para perajin mulai menuai hasil. Kini, mulai banyak regenerasi yang turut terlibat dalam prosesnya.
Tim yang awalnya dua orang berusia 40-50 tahun, kini mulai bertambah rentang usianya menjadi 20-30 tahun. Perajin bambu sudah ada regenerasinya karena adanya sistem baru yang dibuat Studio Dapur.
Studio Dapur juga memiliki komitmen untuk membagi pendapatan mereka sebesar 10% untuk mendukung finansial desa, meningkatkan taraf hidup, serta mata pencaharian, dan juga meningkatkan produktivitas.
Bisnis Studio Dapur, selain berdampak pada ekonomi masyarakat sekitar, juga punya dampak terhadap lingkungan. Padahal saat pertama kali datang ke Singaparna, Mega melihat kebun bambu di sana sudah banyak yang dijadikan pemukiman.
“Bambu punya peran yang penting untuk kelestarian lingkungan. Buat udara dia menyerap banyak karbon dan tentunya menghasilkan oksigen, akarnya menjaga tanah dan menjaga kadar air dalam tanah, selain itu tanaman ini juga tumbuh dengan subur dan sangat cepat dibanding tanaman pohon,” sebut Mega.
“Tak kalah menarik, aktivitas menganyam yang dilakukan oleh masyarakat artisan di desa. Kegiatan ini punya banyak nilai di dalamnya. Kegiatan menganyam bambu di desa ini sudah menjadi kebudayan bagi masyarakat desa. Mereka terbiasa menggunakan kriya bambu sebagai kebutuhan rumahnya, ataupun dijual di pasar sebagai penghasilan mereka,” tambahnya.
Ke depan, kata Mega, Studio Dapur pastinya akan terus berinovasi membuat desain-desain baru yang akan dibuat di tahun ini. Mereka juga ingin mengembangkan produk kriya dengan material ramah lingkungan lainnya dan lokasi artisan yang baru. Ditunggu karya berikutnya Mega! (E03)
Artikel ini merupakan bagian dari Seri Altermatter. Ketahui lebih lanjut tentang Project Altermatter.