Sektor kebijakan publik memegang peranan penting dalam kehidupan bernegara, termasuk di Indonesia. Karena itu, banyak lembaga di Indonesia termasuk institusi dan organisasi berusaha mendorong hadirnya kebijakan publik yang tepat sekaligus mampu menyelesaikan masalah dalam masyarakat.
Namun yang tidak disadari, inisiatif terkait kebijakan publik di Indonesia masih terkendala sejumlah hal. Salah satunya menurut Think Policy, Indonesia masih terkendala soal ruang kolaborasi atau kesadaran pentingnya kolaborasi untuk membangun sebuah kebijakan publik. Think Policy adalah komunitas para profesional muda yang mendorong kolaborasi lintas sektor untuk kebijakan publik berbasis bukti dan empati.
“Salah satu tantangan kebijakan itu adalah ego sektoral yang masih tinggi. Mungkin banyak yang merasa Kementerian atau Lembaga bergerak sendiri dan kurang terbuka pada kerja sama. Padahal kita tahu, tantangan zaman sekarang itu sangat kompleks, sangat multilayer, dan saling terhubung satu sama lain. Oleh karena itu, kami percaya perlu ada ruang untuk kolaborasi,” kata salah satu relawan Think Policy, Felippa Amanta dalam sesi Re:shaping Our Governance yang digelar CAST Foundation.
Berangkat dari persoalan itu,Think Policy berusaha membuka program dialog melalui kegiatan bootcamp. Peserta bootcamp ini bermacam-macam, terdiri dari pemerintah, pihak swasta, termasuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
“Selain itu, kami juga mengadakan program seperti Ruang Tengah yang sengaja mempertemukan semua orang dari berbagai pihak untuk ngobrol bareng mengenai kebijakan publik,” tutur Felippa.
Ia mengatakan, bootcamp yang diadakan Think Policy bersifat interaktif. Dengan begitu, mereka termasuk para peserta bisa mengetahui apa saja hal yang bisa ditingkatkan dari materi atau kurikulum yang disampaikan, termasuk mengetahui tantangan yang dihadapi di Indonesia serta informasi apa yang ingin dipelajari orang Indonesia terkait kebijakan publik.
Menurut Felippa, salah satu kurikulum yang dibahas dalam program bootcamp Think Policy adalah tentang peran anak muda dalam mendorong kebijakan publik yang lebih baik. Ia mengatakan, banyak anak muda Indonesia merasa penuh keterbatasan, padahal mereka sangat passionate untuk menghadirkan perubahan.
“Banyak yang merasa, saya hanya staf di Pemda, staf di organisasi yang tidak memiliki kesempatan utuk membuat keputusan, mengikuti apa kata pimpinan saja. Itu yang sering terjadi, dan kami ingin menantang konsepsi tersebut,” tuturnya.
Think Policy berharap kurikulum yang mereka hadirkan dalam bootcamp bisa mengubah sikap dan membawa perubahan perilaku. Jadi, anak-anak muda yang kini memulai karirnya dari tingkat staf merasa optimistis untuk tetap bisa membawa perubahan melalui kebijakan publik yang dihadirkannya.
Felippa juga mengatakan, saat ini banyak anak muda yang bertugas sebagai ANS (aparatur sipil negara) mendorong inovasi dalam pemerintahan, utamanya di bidang kebijakan publik.
“Banyak anak muda kini menjadi ANS yang membuka kesempatan untuk berkolaborasi. Kami sudah beberapa kali membuat workshop dengan Kementerian dan Abdi Muda. Karenanya, kami sangat mengapresiasi ada appetite dari pemerintah menuju innovation governance ini,” pungkasnya. (E04)