Titik Temu
Berlomba Cari Cara Cegah Mikroplastik Cemari Bumi 
Editorial Cast | 01.10.2022

Polusi mikroplastik telah menyebar ke seluruh Bumi, dari puncak Gunung Everest hingga lautan terdalam. Kita mengonsumsi partikel-partikel kecil itu melalui makanan dan air, bahkan menghirupnya dari udara.

Mikroplastik telah terbukti membahayakan satwa liar, sedangkan dampaknya pada manusia belum diketahui. Meski demikian, berdasarkan hasil penelitian di laboratorium, mikroplastik bisa merusak sel manusia. 

Serat dari kain sintetis, seperti akrilik dan poliester, terlepas dalam jumlah besar selama proses pencucian. Sekitar 700.000 serat mikroplastik terlepas dari kain sintetis selama setiap siklus pencucian di mesin cuci standar. Data terbaru dari 36 situs yang dikumpulkan selama The Ocean Race Europe menemukan bahwa 86% mikroplastik dalam sampel air laut berupa serat. 

“Data kami dengan jelas menunjukkan bahwa mikroplastik menyebar di lautan dan yang mengejutkan, komponen utamanya adalah serat mikro,” kata Aaron Beck, dari Geomar Helmholtz Center for Ocean Research di Kiel, Jerman, seperti dikutip dari The Guardian

Respons industri 

Jumlah produk yang ditujukan untuk menghentikan aliran polutan yang dikeluarkan dari mesin cuci ke sungai dan lautan meningkat dengan cepat. Bentuknya berupa tas filter hingga bola yang bisa menyaring mikroplastik. 

Perusahaan bernama Grundig baru-baru ini menjadi produsen alat pertama yang mengintegrasikan filter serat mikro ke dalam mesin cuci. Para pengusaha lain juga berupaya mengatasi masalah ini dari sumbernya. Mereka mengembangkan kain biodegradable dari rumput laut dan kulit jeruk. Ada pula yang mengutak-atik protein penyembuhan diri (self-healing) yang awalnya ditemukan pada tentakel cumi-cumi untuk membuat bahan yang lebih ramah lingkungan. 

Grundig, yang meluncurkan mesin cuci penangkap seratnya pada bulan November tahun lalu, mengklaim bahwa sistem yang dikembangkannya mampu menangkap hingga 90% serat sintetis yang terlepas selama siklus pencucian. Kartrid filter mesin cuci ini terbuat dari plastik daur ulang dan bisa bertahan hingga enam bulan, setelah itu dapat dikembalikan secara gratis.

Sementara itu, sebuah sistem yang dapat dipasang kembali ke mesin cuci dan tidak memerlukan kartrid pengganti, diciptakan oleh perusahaan asal Inggris bernama Matter. Baru-baru ini mereka mendapat suntikan dana 150.000 poundsterling dari British Design Fund

Perangkat bernama Gulp yang mereka ciptakan, terhubung antara pipa aliran keluar dan saluran pembuangan, serta menjebak serat dalam wadah yang dikosongkan setiap 20 kali pencucian.

Peran pemerintah 

Di Inggris, salah satu anggota parlemen Alberto Costa, mengkampanyekan peraturan baru yang mengharuskan semua mesin cuci baru dilengkapi dengan filter serat mikro plastik mulai tahun 2025. Kampanye ini didukung oleh Women’s Institute dan sejumlah lembaga lainnya. 

Sementara itu, Prancis telah memperkenalkan persyaratan untuk memasang filter mulai tahun 2025. Uni Eropa, Australia, dan California, Amerika Serikat juga sedang mempertimbangkan aturan serupa.

Sudah ada berbagai perangkat penangkap serat mikro di pasaran, tetapi mereka menghasilkan kinerja yang beragam dalam pengujian independen. Penelitian dari University of Plymouth di Inggris meneliti enam produk berbeda.

Satu yang menonjol adalah Xfiltra yang mencegah 78% serat mikro terbuang sia-sia. Perusahaan ini berfokus pada penyediaan teknologi kepada produsen untuk diintegrasikan ke dalam mesin cuci. 

Para ilmuwan menguji dua perangkat lain yang dapat dipasang ke mesin, yakni sistem filter Lint LUV-R dan Planet Care, tetapi masing-masing hanya menangkap 25% hingga 29% serat.

Tiga produk lain yang diuji digunakan dalam drum mesin cuci. Tas mencuci Guppyfriend, mengumpulkan 54% dari mikrofiber. Sedangkan prototipe tas mencuci merek Fourth Element hanya mampu menangkap 21%. Produk terakhir yang diuji adalah bola Cora, yang tangkainya menjerat 31% serat. 

Laporan sebelumnya dari Badan Perlindungan Lingkungan Swedia menemukan kinerja yang jauh lebih baik dari produk Planet Care dan Guppyfriend, meskipun tidak ditinjau oleh rekan sejawat.

Profesor Richard Thompson, yang bekerja di University of Plymouth dan merupakan bagian dari tim pengujian, memperingatkan bahwa filter tidak akan menyelesaikan masalah serat mikro plastik saja. 

“Seperti halnya hampir semua masalah saat ini yang terkait dengan polusi plastik, yang paling baik adalah diselesaikan dengan pertimbangan yang lebih komprehensif pada tahap desain,” katanya. “Kita perlu merancang ini untuk meminimalkan tingkat emisi, yang juga harus membuat pakaian bertahan lebih lama dan karenanya lebih berkelanjutan,” tambahnya. 

Para pejuang limbah mikroplastik

Di industri desain, sudah banyak orang yang berpikir untuk membuat material yang lebih ramah lingkungan. Setidaknya hal ini terlihat di ajang microfibre innovation challenge yang diadakan Conservation X Labs.

Sejumlah tim yang menjadi finalis tantangan inovasi serat mikro ini tampil cemerlang dengan ide-ide yang menjanjikan untuk diterapkan di industri desain yang berkelanjutan. 

AlgiKnit dari New York misalnya, membuat benang biodegradable dari rumput laut. Ada juga Orange Fiber dari Italia selatan membuat kain dari limbah produksi jus jeruk.

Finalis lain, Squitex dari Philadelphia, mengembangkan protein yang awalnya ditemukan di tentakel cumi-cumi. Mereka mengatakan itu adalah bahan penyembuhan diri (self-healing) tercepat di dunia dan dapat dibuat menjadi serat untuk tekstil dan pelapis yang mengurangi penumpahan serat mikro.

Nanoloom dari Inggris mengambil pendekatan yang berbeda. Mereka membuat kain menggunakan graphene dan laser bertenaga tinggi yang merawat permukaan kain dan membuat serat lebih kecil kemungkinannya untuk hilang ketika dicuci. 

Mengapa tidak menggunakan kapas? Sebagai bahan alami, kapas memang dapat terurai secara hayati. Namun, produksinya seringkali melibatkan penggunaan air dan pestisida yang berlebihan. 

The Better Cotton Initiative, yang mencakup lebih dari 20% dari produksi kapas global, baru-baru ini mengumumkan target pemotongan emisi karbon per ton kapas sebesar 50% pada tahun 2030, naik dibandingkan di tahun 2017. Target mereka selanjutnya mencakup penggunaan pestisida, kesehatan tanah, mata pencaharian petani kecil dan pemberdayaan perempuan diharapkan tercapai pada akhir tahun 2022. (E03)