Titik Temu
Bagaimana Potensi Perkembangan Investasi Aset Kripto di Indonesia?
Editorial Cast | 05.17.2022

Perkembangan investasi aset kripto di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), nilai transaksi aset kripto di Indonesia mencapai Rp859,4 triliun pada 2021. 

Nilai transaksi itu melonjak signifikan hingga 1.222% jika dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk diketahui, pada 2020, nilai transaksi aset kripto dalam negeri masih sekitar Rp64,9 triliun. 

Jumlah transaksi yang meningkat itu juga dibarengi kenaikan jumlah investor aset kripto di Indonesia. Dari laporan terbaru Bappebti, jumlah investor aset kripto di Indonesia pada awal 2022 terbilang meningkat cukup signifikan. 

Hingga Februari 2022, transaksi aset kripto telah mencapai Rp83,8 triliun dengan jumlah pelanggan 12,4 juta investor. Jumlah itu meningkat dari capaian akhir pada 2021 sebanyak 11,2 juta investor. 

Sebagai informasi, di Indonesia sendiri, aset kripto memang terbilang baru, tapi pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah peraturan untuk mengakomodasi transaksinya. Di Indonesia, peraturan mengenai perdagangan aset kripto diawasi oleh Bappebti dari Kementerian Perdagangan. 

Sesuai peraturan, aset kripto di Indonesia hanya sebatas alat investasi dan hanya bisa diperdagangkan di bursa berjangka. Karenanya, aset kripto tidak bisa digunakan untuk transaksi di dalam negeri. 

Nantinya, investor dalam melakukan jual beli dapat melalui perusahaan pedagang aset kripto yang sudah terdaftar di Bappebti. Dari data terbaru awal 2022, ada 11 perusahaan pedagang aset kripto yang terdaftar di Bappebti dengan 229 aset kripto. Beberapa di antaranya adalah Tokocrypto, Indodax, serta Zipmex. 

Pajak aset kripto

Terbaru, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan juga mengeluarkan peraturan pajak aset kripto di Indonesia. Penerapan pajak atas aset kripto ini sudah diberlakukan pada 1 Mei 2022. 

Penerapan aturan ini didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022. Lewat aturan ini, Kementerian Keuangan akan mengenakan pajak pada transaksi aset kripto seperti yang ada di Indonesia. 

Pajak ini akan dikenakan pada transaksi aset kripto dari penjual ke konsumen. Dengan kata lain, pajak ini ditarik oleh lembaga atau platform yang menyediakan jual beli aset kripto dengan besaran berbeda. 

Dalam aturan, besaran pajak 1% dari tarif PPN dikalikan dengan nilai transaksi aset kripto apabila penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) merupakan pedagang fisik aset kripto. 

Sementara besaran pajak 2% dari tarif PPN dikalikan dengan nilai transaksi aset kripto jika penyelenggara PMSE bukan merupakan pedagang fisik aset kripto. 

Pemungutan pajak ini dilakukan saat pembeli aset kripto melakukan pembayaran pada penyelenggara PMSE, pertukaran aset kripto ke akun pihak lain atau tukar-menukar sesama aset kripto, termasuk pemindahan aset kripto ke akun pihak lain–dalam hal ini, transaksi tukar-menukar aset kripto dengan barang lain selain aset kripto. 

Masa depan aset kripto di Indonesia 

Investasi aset kripto di Indonesia juga diprediksi akan terus meningkat. Hal ini tidak lepas dari riset terbaru platform perdagangan aset kripto global, Gemini, yang menyatakan Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan kepemilikan aset kripto tertinggi di dunia. 

Dalam laporan bertajuk 2022 Global State of Crypto Report, Gemini menemukan masyarakat Indonesia melihat aset kripto sebagai aset pelindung kekayaan terhadap inflasi di masa depan. Data menunjukkan 41% orang Indonesia berusia antara 18-75 tahun dengan pendapatan lebih dari USD14.000 per tahun memiliki aset kripto. 

Studi itu juga menemukan 61% responden Indonesia setuju dengan anggapan aset kripto merupakan masa depan investasi dan layanan keuangan. Menurut Ketua Umum ASPAKRINDO (Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia) dan COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda, ada dua faktor penyebab hal itu terjadi. 

Pertama, pandemi telah mendorong pertumbuhan pasar kripto Indonesia, karena masyarakat kini lebih giat mencari informasi soal investasi, termasuk soal aset kripto. Selain itu, penetrasi pengguna internet yang kian masif turut berperan dalam perkembangan adopsi aset kripto dalam negeri. 

Kendati demikian, pertumbuhan ini tetap perlu didukung dengan ekosistem kelembagaan aset kripto yang lebih matang di Indonesia. Sebab, menurutnya, saat ini  belum seluruh lembaga aset kripto ada di Indonesia. Sebagai contoh, bursa aset kripto atau lembaga kliring berjangka. 

Oleh sebab itu, Teguh menyebut, ini merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan seluruh pemangku kepentingan, seperti asosiasi, pedagang, Bappebti, dan pihak lainnya agar perkembangan ekosistem aset kripto di Indonesia bisa tumbuh secara optimal. (E04)