Pandemi COVID-19 telah berlangsung lebih dari 1,5 tahun di Indonesia. Selain mendongkrak pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi, pandemi juga mendorong lahirnya beragam inovasi. Salah satunya, vaksin COVID-19.
Salah satu pendiri CAST Foundation, Ilham Akbar Habibie, menyampaikan, vaksin-vaksin COVID-19 yang kita kenal saat ini merupakan salah satu penemuan yang paling inovatif. Alasannya, sejumlah vaksin itu dikembangkan dari teknologi yang bukan dimaksudkan untuk pengembangan vaksin.
“Banyak orang tidak sadar, sebagian vaksin yang kita kenal saat ini sangat inovatif. Apa yang kita kenal vaksin berdasarkan mRNA (messenger RNA) itu menggunakan teknologi yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk vaksin,” tutur Ilham dalam diskusi Re:birth of the Local yang diadakan CAST Foundation.
Perlu diketahui, sebelum dikembangkan untuk vaksin COVID-19, teknologi vaksin mRNA sudah dipelajari efektivitasnya dalam melawan beberapa penyakit seperti flu, Zika, rabies, dan CMV (cytomegalovirus). Selain itu, mRNA juga digunakan oleh para peneliti untuk memicu reaksi sistem kekebalan tubuh dalam melawan sel-sel tumor.
Namun dengan kondisi saat ini, para peneliti berupaya mencari solusi dan menemukan langkah inovatif untuk menghadapi COVID-19. “Karena memang di dunia ini, kita perlu terpojok atau ada masalah besar sekali, baru mengalir yang namanya kreativitas maksimal,” tutur Ilham.
Lebih lanjut ia menjelaskan, inovasi di masa pandemi terjadi dalam skala global. Meski begitu, dalam lingkup negara tertentu, inovasi lokal tetap diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang lebih sesuai dengan keadaan di tiap negara, tak terkecuali di Indonesia.
Ilham melihat kondisi pandemi juga melahirkan berbagai inisiatif di Indonesia. Selain pengembangan vaksin, ia melihat inisiatif lain yang tak kalah penting adalah melaksanakan vaksinasi secepat mungkin.
“Jadi, perlu dipikirkan cara untuk menjelaskan bahwa vaksinasi bukan sesuatu yang nice to have, melainkan keperluan mutlak,” ujar Ilham. Hal ini penting, karena menurutnya, COVID-19 telah menimbulkan kesadaran baru di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kesadaran itu adalah pemahaman bahwa tidak ada orang yang benar-benar aman, jika tidak semua orang aman.
“Kondisi ini disebut pandemik karena memang terjadi di seluruh dunia. Oleh sebab itu, agar semua orang di dunia ini aman, maka seluruhnya harus benar-benar dipastikan aman,” ucap Ilham. Hal ini pula yang bisa menjadi parameter dari sebuah inovasi, yaitu memastikan semua orang dapat berada di kondisi aman.
Dalam kesempatan tersebut, Ilham juga mengatakan COVID-19 bisa menjadi pembelajaran untuk umat manusia.
“COVID-19 hanya salah satu contoh masalah yang bisa dihadapi manusia saat ini. Masih ada contoh lainnya yang kurang lebih sama, tapi tidak banyak orang mengerti karena tidak dirasakan seperti COVID-19. Misalnya, (perubahan) iklim,” kata Ilham.
Menurutnya, banyak orang belum melihat isu perubahan iklim sebagai hal yang penting. Mereka merasa semua masih baik-baik saja. “Namun sebetulnya, bisa saja suatu ketika Bumi tiba-tiba mengalami perubahan yang drastis sekali, dan kita semua di Bumi ini kena (dampaknya),” tuturnya.
Oleh sebab itu, Ilham mengibaratkan perubahan iklim sebagai “slow COVID-19″ karena perkembangannya sangat pelan sekali. Meski begitu, ia mengatakan, semua orang di Bumi akan merasakannya suatu hari.
Saat ini, misalnya, terjadi banjir di sana-sini sebagai dampak perubahan iklim, tapi belum semua orang di dunia merasakannya. Namun suatu ketika, jika manusia tidak melakukan perubahan dalam berbagai aspek, lebih banyak orang dapat mengalaminya. (E04)