Titik Temu
Arsitek, Agen Pembangunan Demokrasi Sebuah Kota
cast | 10.01.2021

Andra Matin, seorang arsitek yang ikut merancang pembangunan Masjid 99 Cahaya dan Balai Sesat di Kabupatan Tulang Bawang Barat atau Tubaba, di Lampung, mendorong para arsitek di Indonesia untuk berkontribusi dalam pembangungan di wilayahnya masing-masing. 

Menurut Andra, kontribusi itu bisa dimulai dari tempat sekitar, tidak harus langsung dalam skala besar. Misalnya, dimulai dari pos satpam, taman, pasar, termasuk lapangan di tempat para arsitek tumbuh. 

“Jadi, proses itu membuat balance (keseimbangan) antara mendapatkan penghasilan dari arsitektur, sekaligus berkontribusi untuk banyak orang dengan membuat kota lebih cantik, lebih baik, lebih fungsional, dan efektif,” demikian pendapatnya yang disampaikan dalam diskusi bertema Re:design Our Cities bersama CAST Foundation. 

Bangunan yang tidak sekadar bangunan

Kesadaran akan keseimbangan itu, menurut Andra, perlu ditumbuhkan dalam diri para arsitek di Indonesia. Sebab, ia merasa belum semua arsitek memiliki kesadaran untuk membangun bangunan yang tidak sekadar bangunan dan kontribusi pada masyarakat di sekitarnya. 

Andra berharap, ke depannya akan lebih banyak arsitek yang membangun circle positif dan turut berpartisipasi dalam pembangunan demokrasi di sebuah kota. “Misalnya ada Mas Yori Antar Awal yang mendesain rumah asuh dari bangunan yang sudah ditinggalkan dan tidak bisa dipakai lagi. Lalu, ada SHAU (Architecture and Urbanism) yang membuat desain microlibrary,” tuturnya. 

Dengan contoh tersebut, Andra berharap akan lebih banyak arsitek dapat berpartisipasi dalam pengembangan lingkungan atau kotanya. “Jadi, kalau ada arsitek yang belum berpartisipasi dalam lingkungannya, ia memiliki perasaan bersalah, kenapa saya belum ya?” kata Andra. 

Kolaborasi membangun kota

Namun untuk mewujudkan sebuah kota, seorang arsitek perlu berkolaborasi dengan pihak-pihak lain. Tidak hanya antar-arsitek, tapi juga dengan seniman, maupun pemerintah daerah. 

“Jadi, akhirnya adalah bagaimana kita bisa menurukan ego dan berkolaborasi. Tidak hanya berkolaborasi arsitek dengan arsitek, tapi juga arsitek dengan seniman, lalu arsitek dengan Pemda,” ujarnya melanjutkan. 

Satu hal lagi yang ditekankan oleh Andra adalah pentingnya merancang kota dengan infrastruktur yang tepat, yang disesuaikan dengan budaya dan kondisi geografis setempat, agar bisa menjadi sebuah kota yang berkelanjutan. (E04)