Titik Temu
Apotek Bawah Laut Simpan Kekayaan Pengobatan Berkhasiat
Editorial Cast | 08.29.2022

Selama ini kita hanya mengenal istilah apotek hidup, yakni sebagian lahan di rumah yang kita manfaatkan untuk menanam tanaman obat-obatan untuk keperluan sehari-hari. Namun, tahukah kalian bahwa ada pula apotek bawah laut di perairan Bumi? 

Perairan Bumi menyimpan kekayaan yang bisa menjadi sumber obat-obatan baru. Sumber daya ini hanya menunggu untuk ditemukan. Ilmuwan sekaligus penjelajah Profesor Brian Murphy dari University of Illinois di Chicago, Amerika Serikat, mengarahkan fokus penelitiannya pada sedimen yang bersembunyi di dasar danau dan hewan-hewan lengket yang menempel pada bangkai kapal yang tenggelam. 

Ketika memboyong gumpalan lumpur itu dari Danau Michigan, Murphy menemukan bahwa gumpalan tersebut berisi bakteri yang menciptakan dua molekul yang sebelumnya tidak diketahui. Lebih mengejutkan lagi, hasil tes laboratorium menunjukkan bahwa kelas senyawa ini mematikan bakteri penyebab tuberkulosis, penyakit yang saat ini pengobatannya masih dikembangkan.

“Selama jutaan tahun bakteri telah bertarung satu sama lain. Kita hanya memanfaatkan kekuatan itu. Cara memerangi resistensi obat adalah dengan menemukan bahan kimia baru,” kata Murphy seperti dikutip dari Science Focus. Ia  adalah salah satu dari banyak ilmuwan modern yang mencari senyawa kimia baru di bawah air untuk obat.

Berburu obat di bawah laut

Lebih dari setengah Bumi kita terdiri dari perairan, yakni menutupi 72% daratan Bumi. Wilayah ini adalah rumah bagi beragam kehidupan yang sangat besar.

Di bawah laut, ada begitu banyak hewan yang mengembangkan pertahanan kimia kompleks, serta mikroba yang berlimpah. Diperkirakan sekitar 90% kehidupan laut bersifat mikroskopis. Di antara makhluk-makhluk ini, para peneliti mengungkap molekul yang dapat membentuk dasar untuk obat-obatan baru.

Manusia sebenarnya sudah sejak lama memanfaatkan sesuatu yang berasal dari alam untuk obat-obatan. Dengan meningkatnya gelombang resistensi terhadap obat, kita berharap alam memiliki lebih banyak obat untuk kita selami. Caranya adalah dengan menyaring semua bahan kimia ampuh untuk menemukan mana yang bisa melawan penyakit.

“Sangat sulit menemukan satu set molekul yang dapat menargetkan penyakit tertentu dan melakukannya dalam lingkungan tubuh manusia yang sangat kompleks,” kata Murphy. 

Untuk membantu proses ini, Murphy berupaya mempersingkat proses pengumpulan sampel, karena ini adalah salah satu dari beberapa langkah dalam pengembangan obat yang belum mengalami revolusi besar dalam beberapa dekade terakhir. 

Menurutnya, mencari molekul di tempat asli merupakan bagian penting dari pengembangan obat, jadi dia memutuskan untuk menggunakan sumber daya yang sama sekali, yaitu masyarakat umum.

Contohnya, mengobrol dengan penyelam memberi Murphy ide untuk mencari spons di bangkai kapal. Spons adalah anggota filum Porifera. Mereka adalah organisme multiseluler yang memiliki tubuh penuh dengan pori-pori dan saluran yang memungkinkan air untuk bersirkulasi melalui mereka, terdiri dari mesohyl seperti jeli yang diapit di antara dua lapisan sel yang tipis.

Hewan-hewan ini menghabiskan sebagian besar hidup mereka terjebak di tempat, menyaring air untuk makanan dan mengambil gerombolan bakteri. “Bakteri dapat menyusun hingga 30% atau 40% biomassa spons,” jelas Murphy.

Proyek sains

Murphy kemudian merintis proyek sains yang melibatkan warga. Ia meminta penyelam untuk mengumpulkan sampel kecil untuknya saat mereka bepergian. Tanggapannya sangat bagus, ia menerima lebih dari 40 sampel spons yang dikirimkan para penyelam. 

Lalu pada 2016, ia meluncurkan proyek tersebut melintasi Great Lakes dan berharap dapat mengambil sampel situs sebanyak mungkin. Akhirnya, Murphy memetakan distribusi spons dan bakteri di seluruh danau sehingga upaya di masa depan dapat lebih efektif dan akan membidik tempat yang bermanfaat, baik di Great Lakes dan sekitarnya.

Di tempat lain, sejumlah peneliti lainnya juga berburu senyawa kimia baru. Tim internasional bernama PharmaSea, yang dipimpin oleh Profesor Marcel Jaspars, sedang mencari antibiotik baru di bagian terdalam lautan.  “Mungkin saja ada jutaan tahun evolusi terpisah di setiap parit,” katanya.

Jaspars dan kolaboratornya mengirim pesawat tak berawak ke kedalaman untuk membawa kembali lumpur yang sarat dengan bakteri unik. Menurut Jaspars, mereka telah melakukan sekitar 100 ribu tes, dengan target termasuk yang disebut patogen ESKAPE. Kelompok enam strain bakteri ini menunjukkan peningkatan resistensi terhadap beberapa antibiotik yang ada.

Pada akhirnya, tim PharmaSea ingin mempersempit dua senyawa yang dapat diproduksi dalam skala yang lebih besar dan diajukan untuk uji pra-klinis. Sejauh ini, penemuan mereka yang paling menjanjikan adalah senyawa yang efektif melawan penyakit sistem saraf, khususnya epilepsi dan penyakit Alzheimer. 

Makhluk laut yang bisa jadi obat 

Ada banyak makhluk di perairan laut mengandung bahan kimia yang bisa mengalahkan kanker, MRSA (infeksi bakteri Staphylococcus aureus), dan berbagai penyakit serius lainnya. Beberapa di antaranya yang sudah tercatat dalam penelitian adalah kepiting tapal kuda (Horseshoe crabs), keong kerucut (Cone snails), bintang laut berduri (Spiny starfish), ikan buntal (Pufferfish), Micrococcus luteus, Dendrilla membranosa, dan Elysia rufescens.

Darah arthropoda Horseshoe crabs dikemas oleh sel amoebosit yang bereaksi terhadap jejak kecil bakteri dan telah digunakan selama 50 tahun terakhir untuk menguji peralatan dan vaksin untuk kontaminasi.

Sengatan moluska Cone snails mengandung konotoksin yang berpotensi untuk obat penghilang rasa sakit yang lebih manjur daripada morfin. 

Tubuh Spiny starfish ditutupi lendir yang terdiri dari 14% karbohidrat dan 86% protein. Zat ini sedang diselidiki untuk dijadikan obat radang sendi dan asma.

Ikan buntal atau Pufferfish mengandung tetrodotoxin, yaitu senyawa yang sedang dikembangkan untuk obat rasa sakit bagi penderita kanker selama menjalani kemoterapi. 

Micrococcus luteus menghasilkan pigmen yang disebut sarcinaxanthin yang dapat memblokir radiasi ultraviolet panjang gelombang. Bakteri ini dapat digunakan untuk pengembangan tabir surya yang lebih efektif.

Dendrilla membranosa adalah sejenis spons laut yang mengandung molekul yang disebut darwinolide, yang terbukti efektif melawan superbug MRSA. MRSA adalah varian dari bakteri Staphylococcus aureus yang memiliki karakter ganas dan resisten terhadap banyak antibiotika, dan sering menyebabkan infeksi.

Sementara jenis siput laut Elysia rufescens mengandung zat yang disebut kahalalide F. Zat tersebut saat ini sedang diselidiki sebagai agen pelawan tumor yang potensial. 

Temuan ini hanya sebagian kecil saja dari kekayaan perairan Bumi. Namun, kita harus bergegas karena bisa jadi, mereka keburu menghilang tanpa sempat ditemukan. Seiring laju pemanasan global dan perubahan iklim terus terjadi, perairan kita pun menjadi ‘sakit’. 

Contohnya, dalam beberapa tahun terakhir, Great Barrier Reef yang sedang sekarat menjadi berita utama di seluruh dunia. Aktivitas manusia pun terus mengancam kesehatan dan keanekaragaman hayati lautan, sungai, dan danau di Bumi. Semoga saja, kita dapat menemukan obat-obatan yang kita butuhkan sebelum perairan planet kita rusak parah. (E03)