Titik Temu
Apa Itu COP26 dan Seberapa Pentingnya? 
Editorial Cast | 11.22.2021

Pada Oktober-November ini, para ahli dan aktivis lingkungan hidup mencurahkan perhatiannya pada COP26. Berlangsung 31 Oktober hingga 12 November di Glasgow, Skotlandia, konferensi yang dihadiri para pemimpin dunia ini membahas perubahan iklim. Apa itu COP26 dan seberapa penting dampaknya bagi kehidupan kita? 

Secara singkat, COP26 merupakan konferensi terkait iklim paling besar dan krusial di dunia, sebagaimana dilansir dari situs PBB. Pada 1992, PBB menyelenggarakan acara besar di Rio de Janeiro, Brasil, yang disebut Earth Summit. Dalam acara tersebut, Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) diadopsi.

Lewat UNFCCC, negara-negara sepakat untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer untuk mencegah gangguan berbahaya dari aktivitas manusia pada sistem iklim. Saat ini, perjanjian tersebut memiliki 197 penandatangan.

Sejak 1994, setiap tahun PBB telah mempertemukan hampir semua negara di dunia untuk mengikuti Conference of the Parties yang disingkat menjadi COP. Seharusnya, tahun 2021 menjadi COP global ke-27. Namun karena pandemi COVID-19, pelaksanaan COP tertunda setahun. Oleh karenanya, tahun ini digelar COP ke-26 dan disebut sebagai COP26.

Pentingnya COP26 

Kerangka kerja yang menjadi fondasi dari COP26 adalah UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), yang fokus utamanya adalah untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat di mana tercegahnya campur tangan manusia yang berbahaya kepada sistem iklim.

Sebenarnya terdapat beberapa ekstensi dari UNFCCC, seperti Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris, tapi yang membuat COP dibutuhkan adalah karena konferensi ini difungsikan sebagai wadah finalisasi dari “Paris Rulebook” atau peraturan yang diperlukan dalam implementasi perjanjian. 

COP26 juga dianggap sebagai “kesempatan terakhir” bagi pemerintahan global untuk melimitasi penghangatan suhu Bumi di bawah 2 derajat Celcius. Apabila prevensi ini gagal dilaksanakan, terdapat konsekuensi besar yang bisa terjadi, seperti peningkatan fenomena kebakaran hutan, menghilangnya sepertiga habitat mamalia dunia, dan peningkatan volume bencana kekeringan.

Karenanya, terdapat beberapa agenda yang diharapkan untuk bisa dicapai dalam COP26, yakni pengekangan deforestasi, pemberhentian penggunaan batu bara, proses peralihan menuju “green economy“, penguatan infrastruktur dan adaptasi negara untuk penanggulangan global warming, serta mekanisme pasar karbon global. 

COP26 juga menjadi tempat untuk mengingatkan kembali negara mengenai perjanjian yang telah dibuat pada COP15, tentang bagaimana negara kaya berjanji untuk menyalurkan USD 100 miliar per tahun kepada negara yang membutuhkan pada 2020, demi membantu mereka untuk bisa lebih berpartisipasi dalam menjaga iklim dunia.

Darurat perubahan iklim

Perubahan iklim telah berubah menjadi darurat global yang mengancam banyak jiwa dalam tiga dekade terakhir. Meski ada komitmen baru yang dibuat oleh negara-negara menjelang COP26, beberapa peneliti memprediksi kenaikan suhu global akan naik 2,7 derajat Celsius pada abad ini. Kenaikan suhu sebesar itu pada akhir abad ini, akan menyebabkan kerusakan yang sangat masif di muka bumi dan mengakibatkan banyak bencana alam.

Sekjen PBB Antonio Guterres bahkan secara blak-blakan menyebutnya sebagai bencana iklim yang sudah dirasakan hingga tingkat yang mematikan di bagian paling rentan di dunia. 

Jutaan orang sudah mengungsi bahkan terbunuh oleh bencana yang diperburuk oleh perubahan iklim. Ambang batas 1,5 derajat Celsius adalah satu-satunya jalan untuk mencegah kerusakan lebih parah di muka Bumi.

Untuk membatasi kenaikan, dunia perlu mengurangi separuh emisi gas rumah kaca dalam delapan tahun ke depan. Ini adalah tugas besar yang hanya dapat dilakukan jika para pemimpin yang menghadiri COP26 datang dengan rencana yang ambisius, terikat waktu, dan menghapus batu bara secara bertahap untuk mencapai nol emisi. (E03)