Titik Temu
Antisipasi Dunia Kesehatan untuk Hadapi Pandemi di Masa Depan
Editorial Cast | 05.23.2022

Pandemi COVID-19 berdampak pada berbagai sektor kehidupan manusia. Sektor kesehatan utamanya, menjadi salah satu yang terdampak paling besar. Karena pandemi pula, pemanfaatan teknologi informasi makin meluas, terutama untuk mendukung kebutuhan masyarakat dalam berbagai aktivitas mereka. Hal ini pun termasuk tentang bagaimana cara mereka berkonsultasi tentang kesehatan.

Hal itu pun diakui oleh Presiden Direktur PT Kalbe Farma, Vidjongtius dalam webinar bertajuk Preventing and Preparing Future Pandemics yang digelar Katadata. “Peran teknologi informasi selama COVID-19 benar-benar dirasakan dan dibutuhkan. Sebelum pandemi, sebenarnya sudah dilakukan, tapi tidak ada paksaan. Namun, sekarang ini ada paksaan, baik dari konsumen, masyarakat, pemerintah, termasuk pelaku kesehatan,” tuturnya. 

Ia mengakui, pandemi membuat semua negara kelabakan pada saat awal penyebaran. Sebab, di era saat ini, manusia belum pernah mengalami peristiwa penyebaran virus yang begitu cepat menyebar dan terjadi bersama-sama di seluruh dunia. 

Munculnya pandemi ini secara tidak langsung juga menunjukkan kesiapan dunia kesehatan Indonesia. Karena itu, belajar dari pandemi COVID-19, setidaknya ada beberapa hal penting yang dapat dipelajari agar dunia kesehatan Indonesia lebih siap menghadapi peristiwa serupa di masa depan. 

Kesiapan dunia kesehatan

Meski kita tidak mengharapkan pandemi, tapi kita tetap perlu mempersiapkan atau memitigasi apa pun kemungkinan yang dapat terjadi. Dunia kesehatan harus dipersiapkan, begitu pula kemandirian kesehatan–mulai dari hulu dari hilir.

Menurut Vidjongtius, pembelajaran dari pandemi saat ini memang lebih banyak di hilir, mengingat peristiwa ini memang baru dan dibutuhkan penanganan segera. Ia mengibaratkan langkah berbagai pihak dalam menghadapi COVID-19 ibarat pemadam kebakaran. 

Namun ke depannya, ia berharap Indonesia dapat menghadapinya dari hulu. Dalam hal ini, melakukan tindakan preventif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, industri, dan akademisi. 

Research and development (R&D) ada di sektor hulu. Kalau itu tidak dilakukan hari ini, kembali lagi kita akan diketemukan dengan ketidaksiapan. Sebab, inovasi membuat kita lebih siap menghadapi berbagai penyakit, baik pandemi dan endemi,” ujarnya. 

Pentingnya komitmen

Vidjongtius berpendapat, dunia penelitian harus dipacu. Dalam hal ini, akademisi maupun para ahli harus bisa berkolaborasi, baik secara eksternal dan internal, termasuk dari dalam dan luar negeri. Dari situ, kemudian bisa dirumuskan apa yang menjadi prioritas dunia kesehatan Indonesia, lalu mulai dilakukan pengukuran dan implementasi untuk masa mendatang. 

Terkait riset dan pengembangan di dunia kesehatan yang perlu dibangun di Indonesia, ia menuturkan, salah satu hal terpenting dan perlu disepakati bersama adalah komitmen. Komitmen diperlukan agar bisa meningkatkan perhatian seluruh pihak akan pentingnya riset dan pengembangan, karena hal itu tak bisa diselesaikan hanya dalam satu malam. 

Hal penting berikutnya adalah alokasi. Perlu ada skala prioritas, baik itu mengenai dana atau sumber daya. Tanpa adanya alokasi dan skala prioritas, maka tidak akan efektif. 

Kedua hal itu perlu didukung pula oleh peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitator. “Pemerintah bisa menerapkan kebijakan yang mendorong dunia industri bekerja sama dengan akademisi. Selain itu, pemerintah bisa memberikan arahan lebih jelas mengenai rencana ke depannya dan kemudian bisa diterapkan di masa depan,” pungkasnya. (E04)